Saya agak bingung saat
pertama kali dihubungi kru untuk membuat tulisan yang temanya ‘Boleh apa saja’.
Tapi alhamdulillah setelah beberapa hari, pikiran saya berisi ingatan tentang
bambu runcing, merdeka dan pemuda. Ya. Pemuda. Yang dalam tiap masa selalu
menjadi tulang punggung sebuah perubahan. Entah itu perubahan menuju lebih baik
atau sebaliknya. Sejak dahulu, sudah terasa sekali peran pemuda dalam perubahan
yang terjadi di masyarakat Indonesia. Kita lihat peran Soetomo yang merupakan
pelopor berdirinya Budi Oetomo yang saat itu masih ber’status’ sebagai pemuda
adalah seorang yang memiliki kemampuan analisis masalah yang baik serta peduli
terhadap lingkungan di sekitarnya. Sehingga dengan tekad dan keberaniannya,
akhirnya kita mengenal kata merdeka, bebas mengibarkan bendera dimana saja dan
tidak lagi mendengar bunyi senapan dan
beragam senjata lainnya.
Selain itu, bila kita
tilik kembali perjalanan sejarah bangsa Indonesia ini, perubahan era
kepemimpinan juga merupakan hasil dari perjuangan para pemuda di zamannya. Kita
lihat saja perubahan dari era Orde Lama di bawah kepemimpinan presiden Soekarno
menuju era orde Baru di bawah kepemimpinan presiden Soeharto juga tidak lepas
dari para mahasiswa angkatan ’66 yang meneriakkan revolusi. Begitu juga
reformasi 1998 yang menjatuhkan orde Baru menuju zaman reformasi yang juga
melibatkan peran mahasiswa sebagai pemuda harapan bangsa.
Bukan hanya sejak zaman
kebangkitan Nasional saja peran pemuda sangat terasa, bahkan di zaman
Rasulullah sekitar 14 abad yang lalu, banyak sekali para pemuda yang membawa
perubahan besar pada lingkungannya. Sebut saja Mush’ab bin Umair, seorang
pemuda yang menjadi duta Islam kepada penduduk Yastrib yang saat itu belum
mengenal Islam. Dia telah membuka pintu-pintu hidayah masyarakat Yastrib
sehingga kelak bisa menjadi Negara Islam yang kuat di sana. Hal itu tidak
terlepas dari keyakinannya dalam memegang teguh ajaran Islam, seperti yang
terlihat dalam jawaban pertanyaan yang dilontarkan Rasulullah tentang bagaimana
dia akan menjalankan tugas di Yastrib yang dijawab “Dengan Al-Qur’an dan
As-Sunnah, dan jika tidak aku dapati pada keduanya, maka aku berijtihad”.
Itulah tantangan yang
dialami para pemuda dari zaman Rasulullah hingga awal mula kebangkitan
Indonesia. Berbeda dengan kita yang disebut pemuda saat ini, tidak melulu harus
berteriak lantang menghadapi perang atau mengusir para penjajah yang
berkeliaran. Karena setiap zaman memiliki tantangannya sendiri. Dan saya rasa,
inilah yang lebih berat untuk dihadapi. Tidak lagi peperangan fisik, tapi
ideologi. Tidak lagi beradu otot, tapi berbagai bidang keilmuan yang harus
berbobot. Kita bisa lihat tantangan pemuda saat ini dari berbagai aspek.
Sosial, budaya, pendidikan bahkan ekonomi yang akan saya tekankan dalam tulisan
ini.
Apakah ada anak-anak
muda Indonesia yang berfikir sesuatu melebihi usianya? Maksudnya pemuda yang
berfikir kritis, tajam, smart dan advance. Pada usia 20 tahun-an mereka
telah berfikir akan dibawa kemana bangsa ini, akan seperti apa ekonomi bangsa
ini, akan seperti apa kesejahteraan bangsa ini, akan seperti apa kondisi sosial
bangsa ini lima, sepuluh atau lima belas tahun kedepan? Jawabannya akan selalu
ada. InsyaAllah.
Dan bukankah kita ingin
menjadi salah satu pionir kebangkitan bangsa ini?. Di saat
korupsi adalah hal yang lumrah di dalam sistem birokrasi kita. Di saat semakin
timpangnya jarak antara si miskin dan si kaya, di saat manusia mulai melupakan
agama sebagai pondasi dan mengganti semuanya dengan materialisme dan kekuasaan.
Sekali lagi, saya ingin menjadi bagian
dari perubahan bangsa ini. Singkirkan segala pesimisme
mengenai Indonesia. Di saat sikap acuh dan abai melanda, yakini bahwa kita
adalah anak indonesia. Kita lahir di negeri ini, makan di negeri ini, tidur di
negeri ini. Intinya, kita tidak hidup hanya untuk diri kita sendiri.
Saya akan sedikit
bercerita. Tulisan ini adalah perspektif saya mengenai ekonomi, Terinspirasi
setelah mengikuti acara komunitas Business Tangan Di Atas 23 September 2012
lalu di Dago, Bandung. Bicara soal ekonomi, berarti kita berbicara mengenai
kondisi kemakmuran suatu bangsa. Suatu bangsa yang maju adalah yang menguasai trading.
Sebut saja Amerika Serikat, Jepang dan Jerman yang menempati posisi teratas
pada negara dengan kemakmuran yang tinggi. Dan implikasinya adalah menjadi
Negara dengan advance technology teratas.
Tidak mengherankan, karena
dengan High nya sirkulasi trading, membuat ketiga negara
tersebut berfikir maju dan menggunakan advance technology sebagai
penyokong kemajuan ekonomi mereka. Karena ekonomi dan teknologi adalah dua hal
yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya adalah pilar yang menyokong maju tidaknya
suatu bangsa. Lalu, apa pentingnya anak-anak muda Indonesia harus care dengan
Teknologi dan Eknomi?
Sahabat, pernah terfikirkan mengapa
belakangan:
1. Banyak klub sepakbola asing yang menyertakan Indonesia pada
schedule tour mereka, seperti Manchester United (Tapi Batal karena ada Bomb),
Bayern Munchen AC Milan, Inter Milan dan yang terakhir Valencia?
2. Banyak musisi asing yang menggelar konser di Indonesia
belakangan, sebut saja Simple Plan, Katty Perry, Lady Gaga ( Tapi Batal ),
dan yang terakhir One Direction dan Bon Jovi beberapa hari yang lalu
serta artis-artis lainnya. Bahkan hampir setiap minggu di Jakarta menghelat
konser dengan artis asing?
3. Semakin eksisnya Global Company di Indonesia, sebut saja
Starbuck, KFC, McD, Pizza Hut, Carefour dan brand asing yang hampir di
setiap sudut kota-kota Indonesia bisa kita temui?
4. Saat penjualan Handphone dan Mobil produk asing semakin
meningkat setiap tahunnya?
Kenapa fenomena di atas
terjadi? Apa alasannya? Karena Ekonomi Indonesia Menggeliat! Lalu
kemana semua keuntungan dari 4 point di atas? Saat kita mengantri tiket
untuk menyaksikan tim sepakbola kesayangan? Kemana larinya rupiah yang kita bayarkan? Saat kita melihat di televisi
antrian tiket artis-artis dunia. Saat kita melihat anak-anak muda indonesia
rela berdesak desakan untuk membeli tiket konser artis idola, sampai-sampai
menunggu di bandara, terjepit, berteriak histeris, bahkan ada yang sampai
menangis. Kemana rupiah yang kita bayarkan? Saat kita membeli produk dengan
brand internasional, menghabiskan waktu hang
out di tempat tempat tersebut, atau berbelanja kebutuhan sehari hari di
tengah rak rak besar di saat pedagang di pasar tradisional menjerit. Saat
industri otomotif dan teknologi kita begitu dependable
pada produksi asing. Kemana rupiah yang kita bayarkan?
Semua masuk kepada kantong
Global Player! Ke kantong orang asing. Mereka menikmati euforia masyarakat
Indonesia yang konsumtif luar biasa. Mereka tertawa di gedung-gedung tinggi
menyaksikan masyarakat Indonesia semakin lahap dan memberikan tambahan uang
pada pundi-pundi keuangan mereka.
Sekali lagi, for each Rupiah that you paid, larinya
ke kantong mereka.
Jadi, masyarakat Indonesia bisa apa? Selain membayarkan sejumlah rupiah untuk melihat idola mereka atau memenuhi prestige berbelanja dan mebghabiskan waktu di brand-brand terkenal? Setidaknya itulah tantangan bahkan musuh yang nyata bagi seluruh pemuda Indonesia saat ini. Yang harus dihadapi lalu kita cari solusi.
Jadi, masyarakat Indonesia bisa apa? Selain membayarkan sejumlah rupiah untuk melihat idola mereka atau memenuhi prestige berbelanja dan mebghabiskan waktu di brand-brand terkenal? Setidaknya itulah tantangan bahkan musuh yang nyata bagi seluruh pemuda Indonesia saat ini. Yang harus dihadapi lalu kita cari solusi.
Pak Habibie pernah
berkata: REBUT JAM KERJA !
Yang berarti negeri ini
kehilangan banyak sekali potensi sumber daya yang malah digarap oleh orang
asing. Simpel saja sebenarnya, anak-anak muda Indonesia harus berusaha menjadi
raja di negeri sendiri. Menjadi tuan di negerinya sendiri. Makna Perspektif
2030 adalah impian saya mengenai eknomi bangsa kita. Bagaimana kita harus
menjadi Player ! Bukan sekedar Spectator. Terakhir, selamat ber-Hari Pemuda! SEKIAN
No comments:
Post a Comment