BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sehari-hari
manusia tidak bisa lepas dari sifatnya sebagai makhluk sosial.Setiap detik
manusia pasti berinteraksi dengan seluruh isi alam semesta, baik yang hidup
maupun yang mati, baik yang berakal maupun yang tidak, baik yang bersahabat
dengan manusia itu sendiri maupun yang menjadi musuh. Agama Islam sebagai agama Rahmatan
Lil ‘Alamin telah meberikan penjelasan secara lengkap mengenai segala
bentuk dan corak kehidupan sosial manusia.Hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku keseharian manusia dijelaskan dalam Islam dengan kata akhlak
atau biasa kita kenal dengan etika meski keduanya memiliki perbedaan.
Alam semesta memang
diciptakan Allah dengan berpasang-pasang, begitu juga dengan etika.Ada etika
yang dapat membuat lingkungan di sekeliling kita merasa bersahabat dan nyaman
dengan adanya diri kita, ada juga etika yang bisa membuat lingkungan sekitar
kita menjadi illfeeldan mengharapkan kepergian kita. Namun tidak semua
orang mempunyai penilaian yang sama terhadap perilaku. Terkadang apa yang kita
lakukan sudah benar menurut kita dan menurut beberapa orang, tapi tidak sedikit
juga orang-orang yang menganggap kita telah melakukan kesalahan besar.
Seiring berkembangnya
zaman, pola pemikiran dan kehidupan manusia juga ikut bergerak dinamis. Sampai
kapanpun pembahasan mengenai etika tidak akan pernah berhenti kecuali jika
kehidupan manusia berakhir. Oleh karena itu makalah ini ditulis dengan judul “Penerapan
Aliran-aliran Etika Dalam Kehidupan” sebagai bahan referensi bagi pembaca untuk
menjalankan segala rutinitas dalam kehidupan sehari-hari yang tak bisa lepas
dari lingkungan sosial.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan etika ?
2. Jelaskan berbagai pandangan dan aliran dalam etika ?
3. Bagaimana karekteristik etika dalam Islam ?
4. Apa hubungan tasawuf dengan etika ?
5. Bagaimana penerapan etika dalam kehidupan bermasyarakat ?
C.MANFAAT
DAN TUJUAN PENULISAN
Manfaat penulisan :
1. Mengetahui
pengertian etika
2. Mengetahui berbagai
pandangan dan aliran dalam etika
3. Mengetahui karakteristik
etika dalam Islam
4. Mengetahui hubungan
tasawuf dengan etika
5. Mengetahui penerapan
etika dalam kehidupan bermasyarakat
Tujuan penulisan :
1. Memahami dan
mengambil hikmah dari pengertian etika
2. Memahami dan
mengambil hikmah dari berbagai pandangan dan aliran
dalam etika
3. Memahami dan
mengambil hikmah dari karakteristik etika dalam Islam
4. Memahami dan
mengambil hikmah dari hubungan tasawuf dengan etika
5. Memahami dan
menerapkan etika dalam kehidupan bermasyarakat
BAB II
ISI DAN PAPARAN MATERI
A. PENGERTIAN
ETIKA
Kata “etika” diambil
dari Bahas Yunani ethos.Secara etimologis, etika memiliki makna wata,
susila dan adat. Sedangkan secara terminologis, etika dapat memiliki makna
tingkah laku manusia, prinsip-prinsip yang sistematis tentang tindakan moral
yang benar, bagian filsafat yang memperkembangkan teori tentang tindakan.Kamus
besar Bahasa Indonesia menjelaskan pengertian etika dan membaginya menjadi 3
macam :
a.
Nilai mengenal benar dan salah yang
dianut suatu golongan dan masyarakat
b.
Kumpulan asa atau nilai yang
berkenaan dengan akhlak
c.
Ilmu tentang apa yang baik dan apa
yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)[1]
Mempelajari etika kehidupan masyarakat,
tentu harus mengetahui bagaimana kebudayaan dan adat istiadat yang ada di
masyarakat tersebut. Karena etika dinilai baik dan buruk sejauh apa yang dapat difahami
oleh masyarakat. Konsep penilaian baik dan buruk terhadap suatu etika
bermasyarakat didasarkan pada kebiasaan dalam ruang dan waktu tertentu yang ada
pada masyarakat tersebut.Sesuatu hal dinilai baik ketika dapat mendatangkan
rahmat atau membuat perasaan senang atau bahagia pada orang lain. Begitu juga
sebaliknya, sesuatu hal akan dinilai buruk ketika mendatangkan rasa sakit hati
atau bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku.
Etika merupakan seperangkat nilai yang diambil dari gagasan masyarakat mengenai
norma-norma atau aturan yang berkaitan dengan perilaku masyarakat dan menjadi
layak, wajar sehingga bisa diterima oleh masyarakat dalam ruang dan waktu
tertentu. Etika bersifat horizontal, humanis dan antroposentris karena
nilai-nilai yang dijadikan pedoman didalamnya merupakan pendapat masyarakat
tersebut. Dalam hadis riwayat Ibnu Mas’ud dijelaskan,
ما رأىه المسلمون
حسن فهو عند الله حسن
Artinya : “perkara atau sesuatu jika menurut pandangan orang muslimin itu
baik, maka Allah pun memandangnya baik”.
B.
BERBAGAI PANDANGAN DAN ALIRAN DALAM ETIKA
Untuk menilai etika
seseorang dalam bermasyarakat itu baik atau buruk, tidak bisa hanya dipandang
dari satu sisi. Banyak hal yang harus dipertimbangkan untuk menentukan etika
seseorang itu dinilai baik atau buruk. Dalam satu keadaan tertentu kadang etika
seseorang dianggap buruk, namun ketika dilihat dari sudut yang lain maka hal
tersebut justru dinilai baik. Contonhya ketika Nabi Musa AS berguru dan
melakukan perjalanan bersama Nabi Khidzir AS. Nabi Musa AS selalu merasa tidak
setuju terhadap segala hal yang dilakukan oleh Nabi Khidzir AS karena merasa
bahwa semua hal tersebut bertentangan dengan norma-norma yang selama ini ia
mengerti. Namun ketika di akhir perjalanan Nabi Khidzir AS menjelaskan alasan
kenapa dia melakukan semua hal tersebut, Nabi Musa AS seketika merasa menyesal dan kemudian
mengagumi perbuatan Nabi Khidzir AS.
Begitulah
ukuran baik buruknya sebuah etika tidak dapat disimpulkan seenaknya saja. Ada
beberapa pandangan dan aliran mengenai kriteria penilaian baik dan buruk sebuah
etika.
1. Perspektif Hedonisme
Aliran hedonisme berpendapat bahwa tujuan
hidup manusia adalah “hedone” (kenikmatan atau kelezatan). Oleh karena itu
mereka menggunakan kenikmatan dan kelezatan sebagai ukuran baik buruknya etika
seseorang.
Sebagai
contoh utama aliran Hedonisme ialah Epikuros (341-270
SM). Diterangkan ada tiga macam kelezatan, yaitu :
i.
Kelezatan
yang memang berasal
dari sifat biologis manusia, seperti makan
dan minum.
ii.
Kelezatan
yang wajar tetapi bukan sesuatu yang harus dipenuhi,
misalnya kelezatan makananenak yang lebih dari
biasanya.
iii.
Kelezatan yang hanya untuk memenuhi nafsu
manusia, misalnya kemegahan harta benda. Namun kata Epikuros, lezat yang kita
cari haruslah kelezatan yang sesungguhnya, yaitu kelezatan yang tidak
mendatangkan penderitaan.Karena diantara kelezatan ada yang mempunyai akibat
yang justru bertentangan dengan kelezatan , yakni penderitaan.
2. Perspektif Intuitionisme
Aliran ini adalah kebalikan dari aliran
hedonisme. Intuisi adalah sebuah bisikan hati atau kekuatan batin yangdapat
menentukan baik buruknya sebuah etika tanpa ingin mengetahui akibat yang akan
terjadi. Tujuan utama aliran ini adalah terwujudnya keutamaan, keunggulan,
keistimewaan atau “kebaikan budi pekerti”. Karena pada dasarnya setiap manusia
mempunyai kekuatan insting batin yang dapat membedakan baik dan buruk.[2]
Suatu etika dinilai baik ketika perbuatan
tersebut sesuai dengan penilaian oleh hati nurani atau kekuatan batin yang
terdapat dalam dirinya. Begiyu juga sebaliknya, sebuah etika dinilai buruk
ketika bertentangan dengan suara hati nurani atau kekuatan batin yang terdapat
dalam dirinya.
3. Perspektif Evolusionisme
Berangkat dari teori Darwinyang
didasarkan pada tiga proposisi dari konsep selection of nature, struggle of
life dan survival for the test. Aliran ini berpendapat bahwa segala
sesuatu yang ada di alam ini selalu bergerak dinamis, yaiyu selalu tumbuh dan
berkembang menuju kesempurnaan.
Dalam aliran evolusi, yang dimaksud dengan etika
yang baik adalah perbuatan yang terpilih
melalui seleksi ketat. Karena perbuatan yang baik akan tetap bertahan dan
selalu berada di tingkat atas walaupun banyak perbuatan buruk disekelilingnya
yang mengganggu keberadaannya.
4. Perspektif Eudaemonisme
Tokoh yang terkenal dalam aliran ini adalah
Aristoteles dengan pendapatnya bahwa untuk mencapai eudaemonia diperlukan 4 hal
: yaitu : (1) kesehatan, kebebasan, kemerdekaan, kekayaan dan kekuasaan; (2)
kemauan; (3) perbuatan baik; (4) pengetahuan batiniah. Aliran ini memiliki
prinsip bahwa kebahagiaan bagi diri sendiri dan kebahagiaan bagi orang lain.
5. Perspektif Pragmatisme
Aliran pragmatis memberikan tempat yang paling
penting pada hal-hal yang berguna untuk diri sendiri, baik yang bersifat moral
ataupun material. Yang diutamakan adalah pengalaman. Oleh karena itu aliran ini
tidak mengenal istilah kebenaran, sebab hal itu bersifat abstrak dan tidak akan
diperoleh dalam dunnia empiri.
6. Perspektif Naturalisme
Yang menjadi tolak ukur baik buruknya sebuah
etika adalah “apakah sesuai dengan keadaan alam”. Jean Jack Rousseau mengemukakan bahwa kemajuan,
pengetahuan dan kebudayaan adalah menjadi perusak alam semesta. Aliran ini berpendapat
bahwa segala sesuatu di alam semesta ini menuju pada tujan tertentu. Aliran ini juga menganggap bahwakebahagiaan yang menjadi
tujuan bagi setiap manusia didapat dengan jalan memenuhipanggilan alam atau
kejadian manusia itu sendiri. Itulah sebabnya, aliran tersebutdinamakan “Naturalisme”.
Dengan memenuhi panggilan alam segala sesuatu
akan dapat mencapai kesempurnaan. Dan karena akal adalah jalan menuju
kesempurnaan itu maka manusia harus menjalankan kehidupan ksehariannya dengan
berpedoman pada akal pikiran.
7. Perspektif Vitalisme
Aliran ini merupakan kebalikan dari aliran naturalisme.
Menurut faham vitalisme yang menjadi ukuran baik
dan buruk itu bukan alam tetapi “vitae” atau hidup (yang sangat diperlukan
untuk hidup). Aliran ini terdiri dari dua kelompok yaitu (1) vitalisme
pessimistis (negative vitalistis) dan (2) vitalisme optimistis.Kelompok pertama
terkenal dengan ungkapan “homo homini lupus” artinya “manusia adalah serigala
bagi manusia yang lain”. Sedangkan menurut aliran kedua “perang adalah halal”,
sebab orang yang berperang itulah (yang menang) yang akan memegang kekuasaan. Tokoh
terkenal aliran vitalisme adalah F. Niettsche yang banyak memberikan pengaruh
terhadap Adolf Hitle.
Etika yang baik
menurut aliran ini adalah orang yang kuat, dapat memaksakan dan menekankan
kehendaknya. Agar berlaku dan ditaati oleh orang-orang yang lemah.Manusia
hendaknya mempunyai daya hidup atau vitalita untuk menguasai dunia dan
keselamatan manusia tergantung daya hidupnya.
8. Perspektif Gessingnungsethik
Yang memprakarsai aliran ini adalah seorang
teologi, musik, medika, filsafat dan etika bernama Albert Schweitzer. Aliran
ini mengutamakan “penghormatan akan kehidupan”, jadi sebisa mungkin setiap
orang harus saling tolong-menolong dan berperilaku baik. Dan yang menjadi
standart nilai baik buruknya sebuah etika adalah pemeliharaan akan kehidupan.
Oleh karena itu setiap hal yang mengakibatkan kerusakan atau kebinasaan dinilai
sebuah etika yang buruk.
9. Perspektif Idealisme
Aliran Idealisme dipelopori oleh Immanuel Kant
(1724-1804) seorang berkebangsaan Jerman.Pokok-pokokpandangannya
adalah sebagai berikut :
i.
Wujud
yang paling dalam dari kenyataan (hakikat) ialah kerohanian. Seseorangberbuat
baik pada prinsipnya bukan karena dianjurkan orang lain melainkan atasdasar
kemauan sendiri atau rasaa kewajiban. Sekalipun diancam dan dicela rasa
kewajiban yang bersemidalam nurani manusia.
ii.
Faktor
yang paling penting mempengaruhi manusia ialah kemauan yang melahirkantindakan
konkrit. Dan yang menjadi pokok disini ialah kemauan baik.
iii.
Dari kemauan yang baik itulah dihubungkan
dengan suatu hal yangmenyempurnakannya yaitu “rasa kewajiban”.
Ungkapan yang terkenal dalam aliran ini adalah
“segala yang tampak alamiah ini hanyalah yang tiada” sebab semua itu hanyalah
gambaran atau perwujudan dari alam pikiran dan bersifat imitasi (tiruan). Dan
sebaik apapun tiruan itu tidak akan seindah aslinya (yaitu ide). Jadi yang baik
dalam aliran ini adalah apa yang ada dalam ide itu sendiri.
10. Perspektif Eksistensialisme
Aliran ini berpendapat bahwa yang paling
menentukan terhadap sesuatu yang baik di dunia ini adalah seorang individu,
terutama tentang kepentingan individu itu sendiri. Eksistensi yang ada di dunia
merupakan hasil keputusan dari individu-individu. Dalam kata lain, jika
individu tidak mempunyai sebuah keputusan maka tidak aka nada sesuatu apapun
yang terjadi. Aliran ini mempunyai sebuah ungkapan yang terkenal, yaitu “ Truth is subjectivity”.
Maksud dari ungkapan tersebut adalah jika sebuah etika itu merupakan kebenaran
yang mengena pada pribadinya maka disebut etika yang baik. Sebaliknya jika
etika itu tidak baik bagi pribadinya maka disebut dengan etika yang buruk.
11. Perspektif Marxisme
Aliran ini berpegangan pada motto “sebuah
jalan dapat dibenarkan asalkan jalan
tersebut dapat ditempuh untuk mencapai sebuah tujuan”. Jadi apapun yang bisa
menjadi jalan untuk mencapai sebuah tujuan maka dinilai sebuah etika yang baik.
12. Perspektif Sosialisme
Ukuran baik dan buruk dalam aliran ini
didasarkan pada adat-istiadat yang berlaku di lingkungan sosial tersebut. Dalam
hal ini ada pendapat dari Poedjawijatma, “...adat-istiadat Timur dan Barat, misalnya
adalah berbeda. Kita tidak punya hak untuk menghukumi ini adat yang ini buruk
dan yang itu buruk, tetapi yang dapat dikatakan adalah bahwa adat itu sukar
dijadikan ukuran umum karena ketidakumumannya itu...”,
13. Perspektif Tradisionalisme (adat-istiadat)
Dalam aliran ini, orang yang mengikuti dan
berpegang teguh pada adat-istiadat selalu dinilai baik. Sedangkan orang yang
menentang dan tidak mengikuti adat-istiadat dinilai buruk dan kalau perlu dihukum secara
adat. Aliran ini menilai baik dan buruk berdasarkan adat-istiadat dalam tinjuan
filsafat.
14. Perspektif Utilitarianisme
Menurut bahasa, utilis artinya berguna.
Dengan nama tersebut aliran ini menilai sesuatu yang baik adalah sesuatu yang
bermanfaat, bukan hanya dalam segi materi namun juga dalam segi rohani. Dalam hadis yang diceritakan oleh Syihabuddin
Al-Qudla’iy, sebaik-baik manusia adalah orang yang paling berguna (memberi
manfaat/kebaikan) kepada sesamanya.
15. Perspektif Religiusisme (teologi)
Aliran ini berpendapat bahwa yang dinilai baik adalah yang sesuai dengan
kehendak Tuhan. Dalam keyakinan teologis yaitu keimanan kepada Tuhan sangat
berperan penting terhadap perilaku seseorang. Karena tidak mungkin seseorang
mau berbuat sesuai kehendak Tuhan jika tidak memiliki keimanan terhadap Tuhan.
Dari keyakinan terhadap Tuhan, kebaikan di dunia bersifat universal. Hal
itu disebabkan karena penganut keyakinan Ketuhanan itu sebdiri berbeda-beda. Yang
menjadi ukuran baik-buruknya perbuatan manusia adalah didasarkan kepada ajaran
Tuhan. Segala perbuatan yang diperintah Tuhan itu perbuatan yang baik dan
segala perbuatan yang dilarang oleh Tuhan itu perbuatan buruk.
C.
KARAKTERISTIK ETIKA DALAM ISLAM
Etika yang
diajarkan dalam islam berbeda dengan etika filsafat. Etika Islam memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1.
Etika
Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan
menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.
2.
Etika
Islam menetapkan bahwa yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan
seseorang didasarkan kepada al-Qur’an dan al-Hadits yang shohih.
3.
Etika
Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan pedoman
oleh seluruh umat manusia kapanpun dan dimanapun mereka berada.
4.
Etika
Islam mengatur dan
mengarahkan fitrah manusia ke jenjang akhlak yang luhur dan mulia serta
meluruskan perbuatan manusia sebagai upaya memanusiakan manusia.
Sedangkan yang
membedakan antara etika dalam Islam dan etika filsafat adalah ciri
pemikirannya. Ciri pemikiran filsafat menurut Made Pramono diantaranya yaitu :
a. Bersifat radikal
(sampai keakar-akarnya, sampai pada hakikat/esensi)
b. Sistematis (adanya
hubungan fungsional antara unsur-unsur untuk mencapai tujuan tertentu).
c. Berfikir tentang proses
umum, universal, ide-ide besar, bukan tentang peristiwa tunggal.
d. Konsisten/runtut (tak
terdapat pertentangan didalamnya) dan koheren (sesuai dengan kaidah-kaidah
berfikir logis).
e. Secara bebas, tak
cenderung, prasangka, emosi.
f. Kebebasan ini
berdisiplin (berpegang pada prinsip-prinsip pemikiran logis serta tanggung
jawab pada hati nurani ini sendiri).
g. Berusaha memperoleh
pandangan komprehensi/menyeluruh.
h. Secara konseptual hasil
generalisir
D.
HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ETIKA
Pengaruh
ajaran tasawuf telah memberikan sumbangan yang sangat besar bagi kehidupan
spiritual dan intelektual Islam. Ajaran tasawuf banyak mempengaruhi sikap
hidup, moral, dan tingkah laku masyarakat. Ajaran ini mempengaruhi kesadaran
estetika, sastra, falsafah, dan pandangan hidup seseorang maupun kelompok dalam
komunitas universal Islam.[3]
Antara Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf memiliki hubungan yang
berdekatan. Pengertian Ilmu Tasawuf adalah Ilmu yang mempelajari hal-hal yang
terkait dengan kebaikan dan keburukan jiwa. Sedangkan tujuan Ilmu Tasawuf itu
sendiri adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan
diri dari perbuatan yang tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan yang
terpuji.
Dengan
demikian dalam proses pencapaian tujuan bertasawuf seseorang harus terlebih
dahulu berakhlak mulia. Pada dasarnya bertasawuf adalah melakukan serangkaian
ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya. Di dalam tasawuf dibicarakan tentang
hubungan diri manusia kepada Tuhan dengan cara-cara tertentu. Hubungan diri di
sini maksudnya apakah manusia itu menyatu dengan Tuhannya atau hanya sekedar
dapat menghayati keberadaan Tuhan karena Tuhan memberikan Nur petunjuk-Nya kepada makhluk yang dikasihi-Nya itu. Ada beberapa
istilah untuk hal ini dengan pengertian yang berbeda-beda, yaitu hulul,
ittihad, atau ma’rifah. Dan Imam Al-Ghazali dalam tasawufnya
membatasi diri hanya sampai kepada ma’rifah tersebut. Kalau dihubungkan
dengan etika yang tujuan akhirnya adalah mencari kebahagiaan, maka bagi seorang
sufi dengan tercapainya ma’rifah maka tercapailah kebahagiaan.
Hubungan
antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf lebih lanjut dapat diuraikan sebagai
berikut:
Ketika
mempelajari tasawuf dapat diartikan bahwa Al-Qur'an dan AI-Hadist mementingkan akhlak. AI-Qur'an dan Al-Hadist
menekankan nilai-nilai kejujuran, kesetiakawanan, persaudaraan, rasa
kesosialan, rasa keadilan, tolong-menolong, murah hati, suka memberi maaf,
sabar, baik sangka, berkata benar, pemurah, keramahan, bersih hati, berani, kesucian,
hemat, menepati janji, disiplin, mencintai iImu dan berfikir lurus. Nilai-nilai
serupa ini yang harus dimiliki oleh seorang muslim dan dimasukkan ke dalam
dirinya dari semasa ia kecil. Jadi hubungan antara Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf
dalam Islam ialah bahwa akhlak merupakan pangkal tolak tasawuf, sedangkan
tasawuf adalah esensi dari akhlak itu sendiri.
E.
PENERAPAN ETIKA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT
Kedudukan
akhlak dalam agama Islam adalah identik dengan pelaksanaan agama Islam itu
sendiri dalam segala bidang kehidupan. Maka pelaksanaan akhlak yang mulia
adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi segala larangan-larangan
dalam agama, baik yang berhubungan dengan Allah maupun yang berhubungan dengan
makhluknya, dirinya sendiri, orang lain dan lingkungannya dengan
sebaik-baiknya, seakan-akan melihat Allah dan apabila tidak bisa melihat Allah
maka harus yakin bahwa Allah selalu melihatnya sehingga perbuatan itu
benar-benar dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Akhlak
yang perlu diaktualisasikan dalam kehidupan adalah sebagai berikut :
1. Akhlak kepada Allah
SWT.
a. Mentauhidkan Allah SWT. (QS.
Al-Ikhlas/112:1-4)
b. Beribadah kepada Allah SWT. (QS.
Adz-Dzaariyat/51:56)
c. Berdzikir kepada Allah SWT. (QS.
Ar- Ra’d/13:28)
d. Tawakkal kepada Allah SWT. (QS. Hud/111:123)
2. Akhlak terhadap diri
sendiri
a. Sabar (QS. Al-Baqarah/2:153)
b. Syukur (QS. An-Nahl/16:14)
c. Tawaddu (QS. Luqman/31:18)
d. Iffah, yaitu mensucikan diri dari
perbuatan terlarang (QS. Al-Isra/17:26)
e. Amanah (QS. An-Nisa/14:58)
f. Syaja’ah (QS. Al-Anfaal/18:15-16)
g. Qanaah (QS. Al-Isra/17:26)
3. Akhlak terhadap orang
lain
a. Akhlak terhadap kedua orang tua
(QS. Al-Isra/17:23-24)
b. Akhlak terhadap keluarga, yaitu
mengembangkan kasih sayang, keadilan dan perhatian. (QS. An-Nahl/16:90 dan QS.
At-Tahrim/66:6)
c. Akhlak terhadap tetangga (QS.
An-Nisa/4:36)
4. Akhlak terhadap
lingkungan
Berakhlak terhadap lingkungan hidup adalah di mana
manusia menjalin dan mengembangkan hubungan yang harmonis dengan alam
sekitarnya. Allah menyediakan kekayaan alam yang melimpah hendaknya disikapi dengan
cara mengambil dan memberi dari dan kepada alam serta tidak dibenarkan segala
bentuk perbuatan yang merusak alam. Maka alam yang terkelola dengan baik dapat
memberi manfaat yang berlipat ganda, sebaliknya alam yang dibiarkan merana dan
diambil manfaatnya saja justru mendatangkan malapetaka bagi manusia. (QS.
Al-Qashash/28:77, QS. ar-Rum/30:41, dan QS. Hud/11:61)
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Pengertian
Etika
Etika,
seperti halnya dengan istilah yang menyangkut ilmiah lainnya berasal dari
bahasa Yunani kuno yaitu, ethos. Kata ethos dalam bentuk tunggal
mempunyai banyak arti : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,
kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Dalam bentuk
jamak ta etha artinya adalah adat kebiasaan. Dan arti inilah yang
menjadi latar belakang terbentuknya istilah “etika” yang oleh filosuf besar
Yunani, Aristoteles (384-322 SM) sudah dipakai sebagai filsafat moral.
Jika dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika
dijelaskan dengan tiga arti yang berbeda : 1) nilai mengenai benar dan salah
yang dianut suatu golongan dan masyarakat, 2) kumpulan asas atau nilai yang
berkenaan dengan akhlak, 3) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan
tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)[4].
Dari ketiga pengertian ini dapat dijelaskan secara urut beserta
contoh-contohnya. Pertama, etika dipakai dalam arti : nilai-nilai dan
norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau masyarakat dalam
mengatur tingkah lakunya. Misalnya etika Budha, etika Islam, Etika Nasrani dan
lain-lain. Secara singkat arti ini dapat dirumuskan sebagai sistem nilai. Kedua,
etika berarti kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah kode
etik. Misalnya beberapa tahun yang lalu Departemen Kesehatan Republik Indonesia
menerbitkan sebuah kode etik untuk seluruh rumah sakit di Indonesia yang diberi
judul “Etika Rumah Sakit Indonesia (ERSI)”. Ketiga, etika mempunyai arti
sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk. Etika bisa dikatakan ilmu bila
kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai yang dianggap baik atau
buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat sering kali tanpa
disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis.
Etika disini sama artinya dengan filsafat moral. Dalam pengertian ketiga inilah
umumnya definisi etika diberikan.
Berikut ini adalah definisi etika dalam pengertian
pertama, yaitu nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan dan
masyarakat. Di dalam New Master Pictorial Encyclopedia dikatakan: ethics
is the science of moral philosophy concerned not with fact, but with value; not
with the character of, but the ideal of human conduct. Dengan kata lain,
etika adalah ilmu tentang filsafat moral, tidak mengenai fakta, melainkan
tentang nilai-nilai dan moral berkaitan dengan tindakan manusia, melainkan
tentang idenya.
Sementara itu, dalam Dictionary of Education disebutkan
bahwa Ethics; the study of human behaviour not only to find the trurth of
things as they are, but also to enquire into the worth or goodness of human
actions. Selanjutnya dirumuskan sebagai berikut the science of human
conduct, concerned with judgment of obligation (rightness or wrongess,
oughtyness) and judgment of value (goodness and badness).
Dengan kata lain, bahwa etika adalah ilmu tentang tingkah laku manusia yang
berkenaan dengan ketentuan tentang kewajiban yang menyangkut masalah kebenaran,
kesalahan, atau keputusan, serta ketentuan tentang nilai yang menyangkut
kebaikan maupun keburukan.
Kedua definisi di atas mengarah pada pembahasan etika
dalam pengertian ilmu yang menjadi topik pembahasan filsafat yang dalam
obyeknya mengandalkan rasionalisasi akal pikiran. Sehingga etika sebagai salah
satu cabang filsafat yang mempelajari tingkah laku manusia untuk menentukan
nilai perbuatan baik dan buruk, maka ukurannya adalah akal pikiran. Atau dengan
kata lain, melalui akal orang dapat mementukan nilai baik dan buruknya
perbuatan. Dikatakan baik karena akal menentukannya baik, dan sesuatu
dianggapnya buruk karena akal menentukannya buruk. Sehingga akal merupakan
sumber dasar etika. Disinilah yang membedakan etika dengan yang lainnya. Dengan
demikian tidak salah bila dirumuskan bahwa etika adalah ilmu yang menyelidiki
mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia
sejauh mana yang diketahui oleh akal pikiran.
Berdasarkan pengertian di atas, secara sederhana etika
dapat digunakan dalam dua pengertian, yaitu pengertian empiris dan filosofis.
Pengertian empiris ini berdasarkan pada penelitian psikologis dan sosiologis
tentang perbuatan manusia yang termotivasi oleh perasaan, kemauan dan
pengaruhnya terhadap orang lain. Dan inilah yang biasa disebut etika praktis
yang berhubungan dengan prilaku individu maupun kolektif. Sedangkan pengertian
filosofis ini merupakan hasil kontempelasi (kebulatan tekad) tentang apa yang
disebut baik maupun buruk, apa yang boleh dilakukan dan yang dilarang. Sehingga
tujuannya adalah untuk menjelaskan norma-norma atau keputusan-keputusan
perbuatan manusia tentang nilai-nilai moral, yang sering dianggap sebagai etika
teoritis. Etika dalam filsafat dibatasi sebagai filsafat tentang moral, yaitu
mengenai kewajiban manusia serta tentang yang baik dan yang buruk, sehingga ia
berfungsi menjawab pertanyaan mengenai bagaimana hak orang yang mengharapkan
orang lain tunduk terhadap suatu norma dan orang dapat menilai norma itu.
Karena etika mempunyai sifat dasar kritis, maka iajuga berfungsi untuk
mempersoalkan norma yang berlaku. Etika dapat mengantar orang kepada kemampuan
untuk bersikap kritis dan rasional, untuk membntuk pendapatnya sendiri dan
bertindak sesuai dengan apa yang dipertanggungjawabkannya sendiri. Hal ini
didukung oleh pendapat Franz Magnis Suseno bahwa, Etika dapat menjadi alat
pemikiran rasional dan bertanggung jawab bagi si ahli ilmu masyarakat,
pendidik, politikus dan pengarang, serta bagi siapa saja yang tidak rela
diombang-ambingkan oleh kegoncangan norma-norma masyarakat sekarang. Karena
etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas, maka yang dihasilkannya
secara langsung bukanlah kebaikan, melainkan suatu pengertian yang lebih
mendasar dan kritis.
Dengan demikian sangat jelas, bahwa etika sangat
mendasarkan diri pada kemampuan akal pikiran dalam menentukan baik dan buruk,
dan tentunya jelas berbeda dengan istilah moral, yang meskipun obyek dan arti
etimologinya sama.
B.
Berbagai Pandangan Dan Aliran Dalam Etika
Ada bermacam-macam aliran penilaian terhadap baik-buruknya sebuah
etika. Dari semua aliran tersebut tidak ada yang bisa disalahkan, karena memang
itu adalah hasi pemikiran dan kepercayaan dari orang-orang yang berbeda.
Selain dari aliran-aliran yang dijelaskan di atas, ada
pandangan-pandangan lain dalam agama Islam mengenai etika. Ada kelompok
khawarij, murji’ah, mu’tazilah, sunni, ASWAJA, syi’ah dan banyak lagi. Dari
dulusampai sekarang kelompok-kelompok tersebut tidak menemukan titik
perdamaian.
C.
Karakteristik Etika Dalam Islam
Selain
dari pandangan tentang karakteristik etika dalam paparan materi yang telah
diuraikan diawal, muncul beberapa analisa tentang karakteristik etika Islam
yang lain. Diantaranya Islam memiliki dasar-dasar konseptual tentang ahklak
yang komprehensif dan menjadi karakteristik yang khas. Di antara karakteristik
tersebut adalah:
1. Akhlak meliputi hal-hal yang bersifat umum dan
terperinci.
Di dalam Al-Qur’an ada ajaran akhlak yang dijelaskan
secara umum, tetapi ada juga yang diterangkan secara mendetail. Sebagai contoh,
ayat yang menjelaskan masalah akhlak secara umum adalah Q.S. An-Nahl (16):90
yang menyuruh perintah untuk berakhlak secara umum: Untuk berbuat adil, berbuat
kebaikan, melarang perbuatan keji, mungkar, dan permusuhan. Sedangkan contoh
ayat yang menjelaskan masalah akhlak secara terperinci adalah Q.S. Al-Huujurat
(49): 12 yang menunjukkan larangan untuk saling mencela, serta memanggil dengan
gelar yang buruk.
2. Akhlak bersifat menyeluruh
Dalam konsep
Islam, akhlak meliputi seluruh kehidupan muslim, baik beribadah secara khusus
kepada Allah maupun dalam hubungannya dengan sesama makhluk seperti akhlak
dalam mengelola sumber daya alam, menata ekonomi, menata politik, kehidupan
bernegara, kehidupan berkeluarga, dan bermasyarakat.
3. Akhlak sebagai buah iman
Akhlak
memiliki karakter dasar yang berkaitan erat dengan masalah keimanan. Jika iman
dapat diibaratkan akar sebuah pohon, sedangkan ibadah merupakan batang, ranting
dan daunnya, maka akhlak adalah buahnya. Iman yang kuat akan termanifestasikan
oleh ibadah yang teratur dan membuahkan akhlakul karimah. Lemahnya iman
dapat terdeteksi melalui indikator tidak tertibnya ibadah dan sulit membuahkan akhlakul
karimah.
4. Akhlak menjaga konsistensi dengan tujuan
Akhlak tidak
membenarkan cara-cara mencapai tujuan yang bertentangan dengan syariat
sekalipun dengan maksud untuk mencapai tujuan yang baik. Hal tersebut dipandang
bertentangan dengan prinsip-prinsip ahklakul karimah yang senantiasa
menjaga konsistensi cara mencapai tujuan
tertentu
dengan tujuan itu tersendiri.
D.
Hubungan Tasawuf Dengan Etika (Akhlak)
Dari beberapa pendapat tentang devinisi tasawuf,
akhirnya mengerucut pada 3 kategori pengertian tasawuf, yaitu :
1. Kategori al-bidayah,
yang menekankan kecenderungan jiwa dan kerinduannya secara fitrah kepada Yang
Maha Mutlak, sehingga orang senantiasa berusaha mendekatkan diri kepada Allah
SWT.
2. Kategori al-mujahadat,
yaitu pengertian yang membatasi tasawuf pada pengamalan yang lebih menonjolkan
akhlak dan amal dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT yang didasarkan atas
kesungguhan.
3. Kategori al-mazaqat,
yaitu pengertian yang cenderung membatasi tasawuf pada pengalaman batin dan
perasaan keberagamaan, terutama dalam mendekati Zat Yang Mutlak.[5]
Untuk menyatakan hakekat tasawuf itu
sangat sulit, karena tasawuf menyangkut masalah rohani dan batin manusia yang
tidak dapat dilihat. Oleh karena itu ia hanya dapat diketahui bukan hakekatnya,
melainkan gejala-gejalanya yang tampak dalam ucapan, cara dan sikap hidup para
shufi membuat definisi tasawuf tersebut. Sekalipun demikian para shufi membuat
definisi tasawuf berbeda-beda sesuai dengan pengalaman empiriknya masing-masing
dalam mengamalkan tasawuf.
Menurut
Ma'ruf al-Karhi, tasawuf adalah berpegang pada apa yang hakiki dan menjauhi
sifat tamak terhadap apa yang ada di tangan manusia.Ahmad al-Jariri ketika
ditanya seseorang : Apa itu tasawuf ? Ia menjawab : Masuk ke dalam setiap
akhlak yang tinggi (mulia) dan keluar dari setiap akhlak yang rendah
(tercela).Sementara Abu Ya'qub al-Susi menjelaskan bahwa shufi ialah orang yang
tidak merasa sukar dengan hal-hal yang terjadi pada dirinya dan tidak mengikuti
keinginan hawa nafsu.
Definisi-definisi
di atas menunjukan betapa besarnya peranan akhlak dalam tasawuf. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa tasawuf
ini dimaksudkan sebagai usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan
menekankan pentingnya akhlak atau sopan santun baik kepada Allah maupun kepada
sesama makhluk.
Berdasarkan seluruh definisi tasawuf
yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa tasawuf di samping
sebagai sarana untuk memperbaiki akhlak manusia agar jiwanya menjadi suci,
sekaligus sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah sedekat-dekatnya.Tasawwuf mengantarkan manusia untuk mendekatkan diri
setingkat demi setingkat kepada Tuhannya, sehingga ia demikian dekat berada di
hadirat-Nya.
Dengan demikian maka
tujuan terakhir dari tasawwuf itu adalah berada dekat sedekat-dekatnya di
hadirat Tuhan, dengan puncaknya menemui dan melihat Tuhannya.Jadi, pada
dasarnya, mengamalkan tasawuf berarti upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Akan tetapi, upaya demikian tidak akan mencapai hasil kalau tidak diawali
dengan penyucian jiwa, sebab Allah SWT sebagai Zat Yang Maha Suci tidak akan
dapat didekati, melainkan oleh yang suci pula. Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya
merugilah orang yang mengotorinya” (QS. 91:9-10).[6]
Hubungan antara akhlak
dengan tasawuf sangatlah erat bisa dikatakan seperti dua sisi mata uang,
karena untuk mencapai akhlak yang mulia diperlukan proses-proses yang biasanya
dilakukan oleh kalangan mutashawwifin (pengamal tasawuf). Sementara
bagian yang terpenting dalam tasawuf adalah pencapaian akhlak yang mulia
disamping hal-hal yang terkait dengan kebutuhan.
Apa yang dilakukan kalanganmutashawwifin akhirnya
akan membuahkan pada akhlak mulia. Namun demikian tidak semua kajian dan
pengalaman tasawuf masuk ke bidang akhlak.Oleh karena itu akhlak tasawuf adalah
proses-proses pencapaian aklakul karimah melalui metode tasawuf yang diilhami
oleh kehidupan para salafus shalih.
Akhlak tasawuf ini menjadi penting untuk menghindari kajian
akhlak yang hanya berada pada tataran pemikiran dan wacana yang tentu akan jauh
untuk dapat memberikan bekas pada mahasiswa menjadi orang-orang yang memiliki
akhlak mulia. Dilain pihak akhlak tasawuf juga berguna untuk membatasi kajian
salah satu aspek dalam dunia tasawuf, yaitu tasawuf akhlaki, yang berarti
mengesampingkan tasawuf falsafi.
Secara singkat akhlak tasawuf memfokuskan pada dataran Tazkiyah
al-Nafs (penyucian jiwa) yang sering diistilahkan juga dengan tathahur, tahaquq dan takhaluq, membersihkan diri dari sifat madzmumah (tercela) dan menghiasi
dengan akhlak mahmudah (terpuji). Hal yang perlu di perhatikan adalah faktor dari sekedar fikri(pemikiran) dan nadzari (teoritis).
Selama ini
terlalu banyak orang berbicara akhlak akan tetapi tidak bisa memberi sibghah menjadikan mahasiswa berakhlakul karimah. Hal ini terjadi karena
pembahasan akhlak biasanya hanya berbicara pada ranah kognitif tanpa disertai
ranah afektif dan psikomotorik. Yang terjadi banyak mahasiswa mendapatkan nilai
tinggi dalam mata kuliah akhlak akan tetapi rendah implementasi akhlaknya
dikehidupan sehari-hari. Ini merupakan kritik bersama tentang bagaimana
sistem pendidikan di negeri ini berjalan.Selama ini pendidikan hanya
memprioritaskan pencapaian kognitif tanpa mengadakan evaluasi secara afektif
dan psikomotorik.Pendidikan nilai-nilai akhlak seringkali disampingkan dan
ditumpuki dengan pendidikan-pendikan exacta.Pandangan tentang liberalisasi
memang agaknya telah merambah kedunia pendidikan, dimana tujuan materi lebih
diutamakan daripada tujuan sebenarnya yang telah termaktub dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
E.
Penerapan Etika (Akhlak Tasawuf) Dalam Kehidupan Bermasyarakat
Berbicara penerapan berarti berbicara tentang peranan
agama dalam dalam kehidupan modern, biasanya dihubungkan dengan konotasi
modernitas yang mengalami atau malah menderita ekses.Ekses itu adalah akibat
dominasi ilmu dan teknologi yang menurut Ashadi Siregar, hanya mampu melahirkan
teknokrat-teknokrat tanpa perasaan.Itu merupakan pernyataan yang bersifat
karikatural.[7]
Meskipun secara tekstual tidak ditemukan ketentuan
agar umat Islam melaksanakan tasawuf akan tetapi kegiatan tasawuf telah
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW sebelum diangkat menjadi rasul, ia telah
berulang kali pergi ke Gua Hira dengan membawa sedikit perbekalan. Tujuannya
disamping untuk mengasingkan diri dari masyarakat kota Mekkah yang sedang hanyut
dalam kehidupan kebendaan dan penyembahan berhala, juga untuk merenung dalam
rangka mencari hakekat kebenaran yang disertai dengan melakukan banyak berpuasa
dan beribadah, sehingga jiwanya menjadi semakin suci.
Perilaku
hidup Rasulullah dan sahabat-sahabatnya tidak didasarkan pada nilai-nilai
material, nilai-nilai yang bersifat duniawi, misalnya mencari kekayaan pribadi,
tetapi bertumpu pada nilai-nilai ibadah, mencari keridhaan Allah SWT.Akhlak
mereka demikian tinggi, tunduk, patuh kepada Allah, tawadhu’ (merendah diri)
dan sebagainya, bagaikan tanaman padi, kian berisi kian merunduk. Peri hidup
Nabi dan para sahabatnya yang terpuji (akhlaqul karimah) tersebut antara
lain:
1) Hidup zuhud (tidak
mementingkan keduniaan).
2) Hidup qanaah
(menerima apa adanya).
3) Hidup taat (senantiasa
menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya).
4) Hidup istiqamah (tetap
beribadah).
5) Hidup mahabbah
(sangat cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, melebihi cinta kepada dirinya dan
makhluk lainnya).
6) Hidup ubudiah
(mengabdikan diri kepada Allah).
Sikap
hidup seperti tersebut di atas kemudian diikuti oleh kaum sufi, kemudian
menjadi sikap hidup mereka.
Akan
tetapi untuk mencapai taraf hidup seperti yang dimiliki oleh Rasulullah perlu
upaya maksimal yang harus mengorbankan beberapa aspek.Misalnya untuk mencapai
zuhud maka kita harus mengabaikan aspek ekonomi, strata social, dan
sebagainya.Untuk itu sebenarnya kita tidak perlu jauh untuk meniru akhlak
tasawuf yang dimiliki Rasulullah, sebab pada dasarnya kita memang sulit untuk
sampai pada tingkatan tersebut.Dewasa ini banyak beberapa kaum dan golongan
yang berusaha maksimal untuk meniru Rasulullah dari beberapa segi, seperti
pakaian. Banyak golongan yang memakai jubah/gamis, berjenggot dan bersolek
halnya Rasulullah, akan tetapi mereka melupakan satu hal bahwa Rasulullah
memiliki wajah yang Bassamu, yaitu
wajah yang selalu tersenyum dan berseri. Wajah tersebut menunjukkan bahwa
Rasulullah adalah benar-benar utusan yang dikaruniai dengan akhlak yang mulia.
Jadi ketika ada golongan yang berjubah dan berjenggot tapi memiliki wajah
sangar bukan Bassamu, maka sejatinya
mereka bukan meniru Rasulullah akan tetapi bisa dikatakan meniru Abu Jahal dan
Abu Lahab. Kesalah kaprahan ini memang sangat sulit dideteksi di tengah-tengah
masyarakat. Akan tetapi kita memiliki banyak pilihan, berakhlak seperti
Rasulullah dan berbaju masyarakat madani yang modern atau berbaju seperti
Rasulullah akan tetapi berakhlak modern yang penuh dengan kebebasan.
BAB IV
KESIMPULAN
Etika adalah ilmu tentang tingkah laku manusia yang
berkenaan dengan ketentuan tentang kewajiban yang menyangkut masalah kebenaran,
kesalahan, atau keputusan, serta ketentuan tentang nilai yang menyangkut
kebaikan maupun keburukan.
Untuk menilai
etika seseorang dalam bermasyarakat itu baik atau buruk, tidak bisa hanya
dipandang dari satu sisi. Banyak hal yang harus dipertimbangkan untuk
menentukan etika seseorang itu dinilai baik atau buruk. Dalam satu keadaan
tertentu kadang etika seseorang dianggap buruk, namun ketika dilihat dari sudut
yang lain maka hal tersebut justru dinilai baik.
Etika yang
diajarkan dalam islam berbeda dengan etika filsafat. Etika Islam memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1.
Etika
Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan
menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.
2.
Etika
Islam menetapkan bahwa yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan seseorang
didasarkan kepada al-Qur’an dan al-Hadits yang shohih.
3.
Etika
Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan pedoman
oleh seluruh umat manusia kapanpun dan dimanapun mereka berada.
4.
Etika
Islam mengatur dan
mengarahkan fitrah manusia ke jenjang akhlak yang luhur dan mulia serta
meluruskan perbuatan manusia sebagai upaya memanusiakan manusia.
Antara Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf memiliki hubungan yang
berdekatan. Pengertian Ilmu Tasawuf adalah Ilmu yang mempelajari hal-hal yang
terkait dengan kebaikan dan keburukan jiwa. Sedangkan tujuan Ilmu Tasawuf itu
sendiri adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan
diri dari perbuatan yang tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan yang
terpuji.
Akhlak
yang perlu diaktualisasikan dalam kehidupan adalah sebagai berikut :
I.
Akhlak kepada Allah SWT.
II.
Akhlak terhadap diri sendiri
III.
Akhlak terhadap orang lain
IV.
Akhlak terhadap lingkungan
DAFTAR PUSTAKA
Tim penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya. 2013. Akhlak Tasawuf.
Surabaya: UIN Sunan Ampel Press
H Ahmad Sukardja, Prof. Dr. 2003, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam “Dunia
Islam”. Jakart: PT Ichtiar Baru Van Hoeve
H Ahmad Sukardja, Prof. Dr. 2003. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam “Pemikiran
dan Peradaban”. Jakarta: PT
Ichtiar Baru Van Hoeve
H Ahmad Sukardja, Prof. Dr. 2003. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam “Ajaran”. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve
Madjid,Nurcholish. 2008. Islam Kemodernan Dan KeIndonesiaan. Bandung: PT Mizan Pustaka
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
[1] Tim penyusun MKD UIN Sunan
Ampel Surabaya, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013)
[2]Ibid., hlm 78
[3]Prof. Dr. H Ahmad Sukardja,
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam “Dunia
Islam”, (Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003). Hal 159
[4][4] Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005)
[5]Prof. Dr. H Ahmad Sukardja,
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam
“Pemikiran dan Peradaban”, (Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003). Hal
140
[6]Prof. Dr. H Ahmad Sukardja,
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam “Ajaran”,
(Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003). Hal 325
[7] Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan Dan KeIndonesiaan, (Bandung
: PT Mizan Pustaka, 2008). Hal 115
saya IBU KARMILA posisi sekarang di malaysia
ReplyDeletebekerja sebagai ibu rumah tangga gaji tidak seberapa
setiap gajian selalu mengirimkan orang tua
sebenarnya pengen pulang tapi gak punya uang
sempat saya putus asah dan secara kebetulan
saya buka FB ada seseorng berkomentar
tentang AKI NAWE katanya perna di bantu
melalui jalan togel saya coba2 menghubungi
karna di malaysia ada pemasangan
jadi saya memberanikan diri karna sudah bingun
saya minta angka sama AKI NAWE
angka yang di berikan 6D TOTO tembus 100%
terima kasih banyak AKI
kemarin saya bingun syukur sekarang sudah senang
rencana bulan depan mau pulang untuk buka usaha
bagi penggemar togel ingin merasakan kemenangan
terutama yang punya masalah hutang lama belum lunas
jangan putus asah HUBUNGI AKI NAWE 085-218-379-259 tak ada salahnya anda coba
karna prediksi AKI tidak perna meleset
saya jamin AKI NAWE tidak akan mengecewakan