Wednesday 23 November 2016

Aliran-Aliran dalam Etika (Makalah)


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
       Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa lepas dari sifatnya sebagai makhluk sosial.Setiap detik manusia pasti berinteraksi dengan seluruh isi alam semesta, baik yang hidup maupun yang mati, baik yang berakal maupun yang tidak, baik yang bersahabat dengan manusia itu sendiri maupun yang menjadi musuh. Agama Islam sebagai agama Rahmatan Lil ‘Alamin telah meberikan penjelasan secara lengkap mengenai segala bentuk dan corak kehidupan sosial manusia.Hal-hal yang berhubungan dengan perilaku keseharian manusia dijelaskan dalam Islam dengan kata akhlak atau biasa kita kenal dengan etika meski keduanya memiliki perbedaan.
       Alam semesta memang diciptakan Allah dengan berpasang-pasang, begitu juga dengan etika.Ada etika yang dapat membuat lingkungan di sekeliling kita merasa bersahabat dan nyaman dengan adanya diri kita, ada juga etika yang bisa membuat lingkungan sekitar kita menjadi illfeeldan mengharapkan kepergian kita. Namun tidak semua orang mempunyai penilaian yang sama terhadap perilaku. Terkadang apa yang kita lakukan sudah benar menurut kita dan menurut beberapa orang, tapi tidak sedikit juga orang-orang yang menganggap kita telah melakukan kesalahan besar.
       Seiring berkembangnya zaman, pola pemikiran dan kehidupan manusia juga ikut bergerak dinamis. Sampai kapanpun pembahasan mengenai etika tidak akan pernah berhenti kecuali jika kehidupan manusia berakhir. Oleh karena itu makalah ini ditulis dengan judul “Penerapan Aliran-aliran Etika Dalam Kehidupan” sebagai bahan referensi bagi pembaca untuk menjalankan segala rutinitas dalam kehidupan sehari-hari yang tak bisa lepas dari lingkungan sosial.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan etika ?
2. Jelaskan berbagai pandangan dan aliran dalam etika ?
3. Bagaimana karekteristik etika dalam Islam ?
4. Apa hubungan tasawuf dengan etika ?
5. Bagaimana penerapan etika dalam kehidupan bermasyarakat ?
C.MANFAAT DAN TUJUAN PENULISAN
Manfaat penulisan :
       1. Mengetahui pengertian etika
       2. Mengetahui berbagai pandangan dan aliran dalam etika
       3. Mengetahui karakteristik etika dalam Islam
       4. Mengetahui hubungan tasawuf dengan etika
       5. Mengetahui penerapan etika dalam kehidupan bermasyarakat
Tujuan penulisan :
       1. Memahami dan mengambil hikmah dari pengertian etika
       2. Memahami dan mengambil hikmah dari berbagai pandangan dan aliran
dalam etika
       3. Memahami dan mengambil hikmah dari karakteristik etika dalam Islam
       4. Memahami dan mengambil hikmah dari hubungan tasawuf dengan etika
       5. Memahami dan menerapkan etika dalam kehidupan bermasyarakat

BAB II
ISI DAN PAPARAN MATERI
A. PENGERTIAN ETIKA
       Kata “etika” diambil dari Bahas Yunani ethos.Secara etimologis, etika memiliki makna wata, susila dan adat. Sedangkan secara terminologis, etika dapat memiliki makna tingkah laku manusia, prinsip-prinsip yang sistematis tentang tindakan moral yang benar, bagian filsafat yang memperkembangkan teori tentang tindakan.Kamus besar Bahasa Indonesia menjelaskan pengertian etika dan membaginya menjadi 3 macam :
a.       Nilai mengenal benar dan salah yang dianut suatu golongan dan masyarakat
b.      Kumpulan asa atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
c.       Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)[1]
       Mempelajari etika kehidupan masyarakat, tentu harus mengetahui bagaimana kebudayaan dan adat istiadat yang ada di masyarakat tersebut. Karena etika dinilai baik dan buruk sejauh apa yang dapat difahami oleh masyarakat. Konsep penilaian baik dan buruk terhadap suatu etika bermasyarakat didasarkan pada kebiasaan dalam ruang dan waktu tertentu yang ada pada masyarakat tersebut.Sesuatu hal dinilai baik ketika dapat mendatangkan rahmat atau membuat perasaan senang atau bahagia pada orang lain. Begitu juga sebaliknya, sesuatu hal akan dinilai buruk ketika mendatangkan rasa sakit hati atau bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku.
       Etika merupakan seperangkat nilai  yang diambil dari gagasan masyarakat mengenai norma-norma atau aturan yang berkaitan dengan perilaku masyarakat dan menjadi layak, wajar sehingga bisa diterima oleh masyarakat dalam ruang dan waktu tertentu. Etika bersifat horizontal, humanis dan antroposentris karena nilai-nilai yang dijadikan pedoman didalamnya merupakan pendapat masyarakat tersebut. Dalam hadis riwayat Ibnu Mas’ud dijelaskan,
ما رأىه المسلمون حسن فهو عند الله حسن
Artinya :      “perkara atau sesuatu jika menurut pandangan orang muslimin itu baik, maka Allah pun memandangnya baik”.
B. BERBAGAI PANDANGAN DAN ALIRAN DALAM ETIKA
       Untuk menilai etika seseorang dalam bermasyarakat itu baik atau buruk, tidak bisa hanya dipandang dari satu sisi. Banyak hal yang harus dipertimbangkan untuk menentukan etika seseorang itu dinilai baik atau buruk. Dalam satu keadaan tertentu kadang etika seseorang dianggap buruk, namun ketika dilihat dari sudut yang lain maka hal tersebut justru dinilai baik. Contonhya ketika Nabi Musa AS berguru dan melakukan perjalanan bersama Nabi Khidzir AS. Nabi Musa AS selalu merasa tidak setuju terhadap segala hal yang dilakukan oleh Nabi Khidzir AS karena merasa bahwa semua hal tersebut bertentangan dengan norma-norma yang selama ini ia mengerti. Namun ketika di akhir perjalanan Nabi Khidzir AS menjelaskan alasan kenapa dia melakukan semua hal tersebut, Nabi Musa AS seketika merasa menyesal dan kemudian mengagumi perbuatan Nabi Khidzir AS.
       Begitulah ukuran baik buruknya sebuah etika tidak dapat disimpulkan seenaknya saja. Ada beberapa pandangan dan aliran mengenai kriteria penilaian baik dan buruk sebuah etika.
1.      Perspektif Hedonisme
Aliran hedonisme berpendapat bahwa tujuan hidup manusia adalah “hedone” (kenikmatan atau kelezatan). Oleh karena itu mereka menggunakan kenikmatan dan kelezatan sebagai ukuran baik buruknya etika seseorang.
Sebagai contoh utama aliran Hedonisme ialah Epikuros (341-270
SM). Diterangkan ada tiga macam kelezatan, yaitu :
                                           i.            Kelezatan yang memang berasal dari sifat biologis manusia, seperti makan dan minum.
                                         ii.            Kelezatan yang wajar tetapi bukan sesuatu yang harus dipenuhi, misalnya kelezatan makananenak yang lebih dari biasanya.
                                       iii.            Kelezatan yang hanya untuk memenuhi nafsu manusia, misalnya kemegahan harta benda. Namun kata Epikuros, lezat yang kita cari haruslah kelezatan yang sesungguhnya, yaitu kelezatan yang tidak mendatangkan penderitaan.Karena diantara kelezatan ada yang mempunyai akibat yang justru bertentangan dengan kelezatan , yakni penderitaan.
2.      Perspektif Intuitionisme
Aliran ini adalah kebalikan dari aliran hedonisme. Intuisi adalah sebuah bisikan hati atau kekuatan batin yangdapat menentukan baik buruknya sebuah etika tanpa ingin mengetahui akibat yang akan terjadi. Tujuan utama aliran ini adalah terwujudnya keutamaan, keunggulan, keistimewaan atau “kebaikan budi pekerti”. Karena pada dasarnya setiap manusia mempunyai kekuatan insting batin yang dapat membedakan baik dan buruk.[2]
Suatu etika dinilai baik ketika perbuatan tersebut sesuai dengan penilaian oleh hati nurani atau kekuatan batin yang terdapat dalam dirinya. Begiyu juga sebaliknya, sebuah etika dinilai buruk ketika bertentangan dengan suara hati nurani atau kekuatan batin yang terdapat dalam dirinya.
3.      Perspektif Evolusionisme
Berangkat dari teori Darwinyang didasarkan pada tiga proposisi dari konsep selection of nature, struggle of life dan survival for the test. Aliran ini berpendapat bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini selalu bergerak dinamis, yaiyu selalu tumbuh dan berkembang menuju kesempurnaan.
Dalam aliran evolusi, yang dimaksud dengan etika yang  baik adalah perbuatan yang terpilih melalui seleksi ketat. Karena perbuatan yang baik akan tetap bertahan dan selalu berada di tingkat atas walaupun banyak perbuatan buruk disekelilingnya yang mengganggu keberadaannya.
4.      Perspektif Eudaemonisme
Tokoh yang terkenal dalam aliran ini adalah Aristoteles dengan pendapatnya bahwa untuk mencapai eudaemonia diperlukan 4 hal : yaitu : (1) kesehatan, kebebasan, kemerdekaan, kekayaan dan kekuasaan; (2) kemauan; (3) perbuatan baik; (4) pengetahuan batiniah. Aliran ini memiliki prinsip bahwa kebahagiaan bagi diri sendiri dan kebahagiaan bagi orang lain.
5.      Perspektif Pragmatisme
Aliran pragmatis memberikan tempat yang paling penting pada hal-hal yang berguna untuk diri sendiri, baik yang bersifat moral ataupun material. Yang diutamakan adalah pengalaman. Oleh karena itu aliran ini tidak mengenal istilah kebenaran, sebab hal itu bersifat abstrak dan tidak akan diperoleh dalam dunnia empiri.
6.      Perspektif Naturalisme
Yang menjadi tolak ukur baik buruknya sebuah etika adalah “apakah sesuai dengan keadaan alam”. Jean Jack Rousseau mengemukakan bahwa kemajuan, pengetahuan dan kebudayaan adalah menjadi perusak alam semesta. Aliran ini berpendapat bahwa segala sesuatu di alam semesta ini menuju pada tujan tertentu.  Aliran ini juga menganggap bahwakebahagiaan yang menjadi tujuan bagi setiap manusia didapat dengan jalan memenuhipanggilan alam atau kejadian manusia itu sendiri. Itulah sebabnya, aliran tersebutdinamakan “Naturalisme”.
Dengan memenuhi panggilan alam segala sesuatu akan dapat mencapai kesempurnaan. Dan karena akal adalah jalan menuju kesempurnaan itu maka manusia harus menjalankan kehidupan ksehariannya dengan berpedoman pada akal pikiran.
7.      Perspektif Vitalisme
Aliran ini merupakan kebalikan dari aliran naturalisme. Menurut faham vitalisme yang menjadi ukuran baik dan buruk itu bukan alam tetapi “vitae” atau hidup (yang sangat diperlukan untuk hidup). Aliran ini terdiri dari dua kelompok yaitu (1) vitalisme pessimistis (negative vitalistis) dan (2) vitalisme optimistis.Kelompok pertama terkenal dengan ungkapan “homo homini lupus” artinya “manusia adalah serigala bagi manusia yang lain”. Sedangkan menurut aliran kedua “perang adalah halal”, sebab orang yang berperang itulah (yang menang) yang akan memegang kekuasaan. Tokoh terkenal aliran vitalisme adalah F. Niettsche yang banyak memberikan pengaruh terhadap Adolf Hitle.
Etika yang  baik menurut aliran ini adalah orang yang kuat, dapat memaksakan dan menekankan kehendaknya. Agar berlaku dan ditaati oleh orang-orang yang lemah.Manusia hendaknya mempunyai daya hidup atau vitalita untuk menguasai dunia dan keselamatan manusia tergantung daya hidupnya.
8.      Perspektif Gessingnungsethik
Yang memprakarsai aliran ini adalah seorang teologi, musik, medika, filsafat dan etika bernama Albert Schweitzer. Aliran ini mengutamakan “penghormatan akan kehidupan”, jadi sebisa mungkin setiap orang harus saling tolong-menolong dan berperilaku baik. Dan yang menjadi standart nilai baik buruknya sebuah etika adalah pemeliharaan akan kehidupan. Oleh karena itu setiap hal yang mengakibatkan kerusakan atau kebinasaan dinilai sebuah etika yang buruk.
9.      Perspektif Idealisme
Aliran Idealisme dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804) seorang berkebangsaan Jerman.Pokok-pokokpandangannya adalah sebagai berikut :
                                          i.            Wujud yang paling dalam dari kenyataan (hakikat) ialah kerohanian. Seseorangberbuat baik pada prinsipnya bukan karena dianjurkan orang lain melainkan atasdasar kemauan sendiri atau rasaa kewajiban. Sekalipun diancam dan dicela rasa kewajiban yang bersemidalam nurani manusia.
                                        ii.            Faktor yang paling penting mempengaruhi manusia ialah kemauan yang melahirkantindakan konkrit. Dan yang menjadi pokok disini ialah kemauan baik.
                                      iii.            Dari kemauan yang baik itulah dihubungkan dengan suatu hal yangmenyempurnakannya yaitu “rasa kewajiban”.
Ungkapan yang terkenal dalam aliran ini adalah “segala yang tampak alamiah ini hanyalah yang tiada” sebab semua itu hanyalah gambaran atau perwujudan dari alam pikiran dan bersifat imitasi (tiruan). Dan sebaik apapun tiruan itu tidak akan seindah aslinya (yaitu ide). Jadi yang baik dalam aliran ini adalah apa yang ada dalam ide itu sendiri.
10.  Perspektif Eksistensialisme
Aliran ini berpendapat bahwa yang paling menentukan terhadap sesuatu yang baik di dunia ini adalah seorang individu, terutama tentang kepentingan individu itu sendiri. Eksistensi yang ada di dunia merupakan hasil keputusan dari individu-individu. Dalam kata lain, jika individu tidak mempunyai sebuah keputusan maka tidak aka nada sesuatu apapun yang terjadi. Aliran ini mempunyai sebuah ungkapan yang  terkenal, yaitu “ Truth is subjectivity”. Maksud dari ungkapan tersebut adalah jika sebuah etika itu merupakan kebenaran yang mengena pada pribadinya maka disebut etika yang baik. Sebaliknya jika etika itu tidak baik bagi pribadinya maka disebut dengan etika yang buruk.
11.  Perspektif Marxisme
Aliran ini berpegangan pada motto “sebuah jalan dapat dibenarkan asalkan  jalan tersebut dapat ditempuh untuk mencapai sebuah tujuan”. Jadi apapun yang bisa menjadi jalan untuk mencapai sebuah tujuan maka dinilai sebuah etika yang baik.
12.  Perspektif Sosialisme
Ukuran baik dan buruk dalam aliran ini didasarkan pada adat-istiadat yang berlaku di lingkungan sosial tersebut. Dalam hal ini ada pendapat dari Poedjawijatma, “...adat-istiadat Timur dan Barat, misalnya adalah berbeda. Kita tidak punya hak untuk menghukumi ini adat yang ini buruk dan yang itu buruk, tetapi yang dapat dikatakan adalah bahwa adat itu sukar dijadikan ukuran umum karena ketidakumumannya itu...”,
13.  Perspektif Tradisionalisme (adat-istiadat)
Dalam aliran ini, orang yang mengikuti dan berpegang teguh pada adat-istiadat selalu dinilai baik. Sedangkan orang yang menentang dan tidak mengikuti adat-istiadat  dinilai buruk dan kalau perlu dihukum secara adat. Aliran ini menilai baik dan buruk berdasarkan adat-istiadat dalam tinjuan filsafat.
14.  Perspektif Utilitarianisme
Menurut bahasa, utilis artinya berguna. Dengan nama tersebut aliran ini menilai sesuatu yang baik adalah sesuatu yang bermanfaat, bukan hanya dalam segi materi namun juga dalam segi rohani.  Dalam hadis yang diceritakan oleh Syihabuddin Al-Qudla’iy, sebaik-baik manusia adalah orang yang paling berguna (memberi manfaat/kebaikan) kepada sesamanya.
15.  Perspektif Religiusisme (teologi)
Aliran ini berpendapat bahwa yang dinilai baik adalah yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam keyakinan teologis yaitu keimanan kepada Tuhan sangat berperan penting terhadap perilaku seseorang. Karena tidak mungkin seseorang mau berbuat sesuai kehendak Tuhan jika tidak memiliki keimanan terhadap Tuhan.
Dari keyakinan terhadap Tuhan, kebaikan di dunia bersifat universal. Hal itu disebabkan karena penganut keyakinan Ketuhanan itu sebdiri berbeda-beda. Yang menjadi ukuran baik-buruknya perbuatan manusia adalah didasarkan kepada ajaran Tuhan. Segala perbuatan yang diperintah Tuhan itu perbuatan yang baik dan segala perbuatan yang dilarang oleh Tuhan itu perbuatan buruk.
C. KARAKTERISTIK ETIKA DALAM ISLAM
Etika yang diajarkan dalam islam berbeda dengan etika filsafat. Etika Islam memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.      Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.
2.      Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan seseorang didasarkan kepada al-Qur’an dan al-Hadits yang shohih.
3.      Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan pedoman oleh seluruh umat manusia kapanpun dan dimanapun mereka berada.
4.      Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia ke jenjang akhlak yang luhur dan mulia serta meluruskan perbuatan manusia sebagai upaya memanusiakan manusia.
Sedangkan yang membedakan antara etika dalam Islam dan etika filsafat adalah ciri pemikirannya. Ciri pemikiran filsafat menurut Made Pramono diantaranya yaitu :
a.       Bersifat radikal (sampai keakar-akarnya, sampai pada hakikat/esensi)
b.      Sistematis (adanya hubungan fungsional antara unsur-unsur untuk mencapai tujuan tertentu).
c.       Berfikir tentang proses umum, universal, ide-ide besar, bukan tentang peristiwa tunggal.
d.      Konsisten/runtut (tak terdapat pertentangan didalamnya) dan koheren (sesuai dengan kaidah-kaidah berfikir logis).
e.       Secara bebas, tak cenderung, prasangka, emosi.
f.       Kebebasan ini berdisiplin (berpegang pada prinsip-prinsip pemikiran logis serta tanggung jawab pada hati nurani ini sendiri).
g.      Berusaha memperoleh pandangan komprehensi/menyeluruh.
h.      Secara konseptual hasil generalisir

D. HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ETIKA
Pengaruh ajaran tasawuf telah memberikan sumbangan yang sangat besar bagi kehidupan spiritual dan intelektual Islam. Ajaran tasawuf banyak mempengaruhi sikap hidup, moral, dan tingkah laku masyarakat. Ajaran ini mempengaruhi kesadaran estetika, sastra, falsafah, dan pandangan hidup seseorang maupun kelompok dalam komunitas universal Islam.[3]
Antara Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf memiliki hubungan yang berdekatan. Pengertian Ilmu Tasawuf adalah Ilmu yang mempelajari hal-hal yang terkait dengan kebaikan dan keburukan jiwa. Sedangkan tujuan Ilmu Tasawuf itu sendiri adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan yang terpuji.
Dengan demikian dalam proses pencapaian tujuan bertasawuf seseorang harus terlebih dahulu berakhlak mulia. Pada dasarnya bertasawuf adalah melakukan serangkaian ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya. Di dalam tasawuf dibicarakan tentang hubungan diri manusia kepada Tuhan dengan cara-cara tertentu. Hubungan diri di sini maksudnya apakah manusia itu menyatu dengan Tuhannya atau hanya sekedar dapat menghayati keberadaan Tuhan karena Tuhan memberikan Nur petunjuk-Nya kepada makhluk yang dikasihi-Nya itu. Ada beberapa istilah untuk hal ini dengan pengertian yang berbeda-beda, yaitu hulul, ittihad, atau ma’rifah. Dan Imam Al-Ghazali dalam tasawufnya membatasi diri hanya sampai kepada ma’rifah tersebut. Kalau dihubungkan dengan etika yang tujuan akhirnya adalah mencari kebahagiaan, maka bagi seorang sufi dengan tercapainya ma’rifah maka tercapailah kebahagiaan.
Hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf lebih lanjut dapat diuraikan sebagai berikut:
Ketika mempelajari tasawuf dapat diartikan bahwa Al-Qur'an dan AI-Hadist  mementingkan akhlak. AI-Qur'an dan Al-Hadist menekankan nilai-nilai kejujuran, kesetiakawanan, persaudaraan, rasa kesosialan, rasa keadilan, tolong-menolong, murah hati, suka memberi maaf, sabar, baik sangka, berkata benar, pemurah, keramahan, bersih hati, berani, kesucian, hemat, menepati janji, disiplin, mencintai iImu dan berfikir lurus. Nilai-nilai serupa ini yang harus dimiliki oleh seorang muslim dan dimasukkan ke dalam dirinya dari semasa ia kecil. Jadi hubungan antara Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf dalam Islam ialah bahwa akhlak merupakan pangkal tolak tasawuf, sedangkan tasawuf adalah esensi dari akhlak itu sendiri.
E. PENERAPAN ETIKA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT
Kedudukan akhlak dalam agama Islam adalah identik dengan pelaksanaan agama Islam itu sendiri dalam segala bidang kehidupan. Maka pelaksanaan akhlak yang mulia adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi segala larangan-larangan dalam agama, baik yang berhubungan dengan Allah maupun yang berhubungan dengan makhluknya, dirinya sendiri, orang lain dan lingkungannya dengan sebaik-baiknya, seakan-akan melihat Allah dan apabila tidak bisa melihat Allah maka harus yakin bahwa Allah selalu melihatnya sehingga perbuatan itu benar-benar dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. 
Akhlak yang perlu diaktualisasikan dalam kehidupan adalah sebagai berikut :
1.      Akhlak kepada Allah SWT.
a.       Mentauhidkan Allah SWT. (QS. Al-Ikhlas/112:1-4)
b.      Beribadah kepada Allah SWT. (QS. Adz-Dzaariyat/51:56)
c.       Berdzikir kepada Allah SWT. (QS. Ar- Ra’d/13:28)
d.      Tawakkal kepada Allah SWT. (QS. Hud/111:123)
2.      Akhlak terhadap diri sendiri
a.       Sabar (QS. Al-Baqarah/2:153)
b.      Syukur (QS. An-Nahl/16:14)
c.       Tawaddu (QS. Luqman/31:18)
d.      Iffah, yaitu mensucikan diri dari perbuatan terlarang (QS. Al-Isra/17:26)
e.       Amanah (QS. An-Nisa/14:58)
f.       Syaja’ah (QS. Al-Anfaal/18:15-16)
g.      Qanaah (QS. Al-Isra/17:26) 
3.      Akhlak terhadap orang lain
a.       Akhlak terhadap kedua orang tua (QS. Al-Isra/17:23-24)
b.      Akhlak terhadap keluarga, yaitu mengembangkan kasih sayang, keadilan dan perhatian. (QS. An-Nahl/16:90 dan QS. At-Tahrim/66:6)
c.       Akhlak terhadap tetangga (QS. An-Nisa/4:36)
4.      Akhlak terhadap lingkungan
Berakhlak terhadap lingkungan hidup adalah di mana manusia menjalin dan mengembangkan hubungan yang harmonis dengan alam sekitarnya. Allah menyediakan kekayaan alam yang melimpah hendaknya disikapi dengan cara mengambil dan memberi dari dan kepada alam serta tidak dibenarkan segala bentuk perbuatan yang merusak alam. Maka alam yang terkelola dengan baik dapat memberi manfaat yang berlipat ganda, sebaliknya alam yang dibiarkan merana dan diambil manfaatnya saja justru mendatangkan malapetaka bagi manusia. (QS. Al-Qashash/28:77, QS. ar-Rum/30:41, dan QS. Hud/11:61)
 
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A.      Pengertian Etika
Etika, seperti halnya dengan istilah yang menyangkut ilmiah lainnya berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu, ethos. Kata ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak ta etha artinya adalah adat kebiasaan. Dan arti inilah yang menjadi latar belakang terbentuknya istilah “etika” yang oleh filosuf besar Yunani, Aristoteles (384-322 SM) sudah dipakai sebagai filsafat moral.
Jika dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika dijelaskan dengan tiga arti yang berbeda : 1) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan dan masyarakat, 2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, 3) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)[4]. Dari ketiga pengertian ini dapat dijelaskan secara urut beserta contoh-contohnya. Pertama, etika dipakai dalam arti : nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau masyarakat dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya etika Budha, etika Islam, Etika Nasrani dan lain-lain. Secara singkat arti ini dapat dirumuskan sebagai sistem nilai. Kedua, etika berarti kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Misalnya beberapa tahun yang lalu Departemen Kesehatan Republik Indonesia menerbitkan sebuah kode etik untuk seluruh rumah sakit di Indonesia yang diberi judul “Etika Rumah Sakit Indonesia (ERSI)”. Ketiga, etika mempunyai arti sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk. Etika bisa dikatakan ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai yang dianggap baik atau buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika disini sama artinya dengan filsafat moral. Dalam pengertian ketiga inilah umumnya definisi etika diberikan.
Berikut ini adalah definisi etika dalam pengertian pertama, yaitu nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan dan masyarakat. Di dalam New Master Pictorial Encyclopedia dikatakan: ethics is the science of moral philosophy concerned not with fact, but with value; not with the character of, but the ideal of human conduct. Dengan kata lain, etika adalah ilmu tentang filsafat moral, tidak mengenai fakta, melainkan tentang nilai-nilai dan moral berkaitan dengan tindakan manusia, melainkan tentang idenya.
Sementara itu, dalam Dictionary of Education disebutkan bahwa Ethics; the study of human behaviour not only to find the trurth of things as they are, but also to enquire into the worth or goodness of human actions. Selanjutnya dirumuskan sebagai berikut the science of human conduct, concerned with judgment of obligation (rightness or wrongess, oughtyness) and judgment of value (goodness and badness). Dengan kata lain, bahwa etika adalah ilmu tentang tingkah laku manusia yang berkenaan dengan ketentuan tentang kewajiban yang menyangkut masalah kebenaran, kesalahan, atau keputusan, serta ketentuan tentang nilai yang menyangkut kebaikan maupun keburukan.
Kedua definisi di atas mengarah pada pembahasan etika dalam pengertian ilmu yang menjadi topik pembahasan filsafat yang dalam obyeknya mengandalkan rasionalisasi akal pikiran. Sehingga etika sebagai salah satu cabang filsafat yang mempelajari tingkah laku manusia untuk menentukan nilai perbuatan baik dan buruk, maka ukurannya adalah akal pikiran. Atau dengan kata lain, melalui akal orang dapat mementukan nilai baik dan buruknya perbuatan. Dikatakan baik karena akal menentukannya baik, dan sesuatu dianggapnya buruk karena akal menentukannya buruk. Sehingga akal merupakan sumber dasar etika. Disinilah yang membedakan etika dengan yang lainnya. Dengan demikian tidak salah bila dirumuskan bahwa etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh mana yang diketahui oleh akal pikiran.
Berdasarkan pengertian di atas, secara sederhana etika dapat digunakan dalam dua pengertian, yaitu pengertian empiris dan filosofis. Pengertian empiris ini berdasarkan pada penelitian psikologis dan sosiologis tentang perbuatan manusia yang termotivasi oleh perasaan, kemauan dan pengaruhnya terhadap orang lain. Dan inilah yang biasa disebut etika praktis yang berhubungan dengan prilaku individu maupun kolektif. Sedangkan pengertian filosofis ini merupakan hasil kontempelasi (kebulatan tekad) tentang apa yang disebut baik maupun buruk, apa yang boleh dilakukan dan yang dilarang. Sehingga tujuannya adalah untuk menjelaskan norma-norma atau keputusan-keputusan perbuatan manusia tentang nilai-nilai moral, yang sering dianggap sebagai etika teoritis. Etika dalam filsafat dibatasi sebagai filsafat tentang moral, yaitu mengenai kewajiban manusia serta tentang yang baik dan yang buruk, sehingga ia berfungsi menjawab pertanyaan mengenai bagaimana hak orang yang mengharapkan orang lain tunduk terhadap suatu norma dan orang dapat menilai norma itu. Karena etika mempunyai sifat dasar kritis, maka iajuga berfungsi untuk mempersoalkan norma yang berlaku. Etika dapat mengantar orang kepada kemampuan untuk bersikap kritis dan rasional, untuk membntuk pendapatnya sendiri dan bertindak sesuai dengan apa yang dipertanggungjawabkannya sendiri. Hal ini didukung oleh pendapat Franz Magnis Suseno bahwa, Etika dapat menjadi alat pemikiran rasional dan bertanggung jawab bagi si ahli ilmu masyarakat, pendidik, politikus dan pengarang, serta bagi siapa saja yang tidak rela diombang-ambingkan oleh kegoncangan norma-norma masyarakat sekarang. Karena etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas, maka yang dihasilkannya secara langsung bukanlah kebaikan, melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis.
Dengan demikian sangat jelas, bahwa etika sangat mendasarkan diri pada kemampuan akal pikiran dalam menentukan baik dan buruk, dan tentunya jelas berbeda dengan istilah moral, yang meskipun obyek dan arti etimologinya sama.
B.       Berbagai Pandangan Dan Aliran Dalam Etika
Ada bermacam-macam aliran penilaian terhadap baik-buruknya sebuah etika. Dari semua aliran tersebut tidak ada yang bisa disalahkan, karena memang itu adalah hasi pemikiran dan kepercayaan dari orang-orang yang berbeda.
Selain dari aliran-aliran yang dijelaskan di atas, ada pandangan-pandangan lain dalam agama Islam mengenai etika. Ada kelompok khawarij, murji’ah, mu’tazilah, sunni, ASWAJA, syi’ah dan banyak lagi. Dari dulusampai sekarang kelompok-kelompok tersebut tidak menemukan titik perdamaian.
C.      Karakteristik Etika Dalam Islam
Selain dari pandangan tentang karakteristik etika dalam paparan materi yang telah diuraikan diawal, muncul beberapa analisa tentang karakteristik etika Islam yang lain. Diantaranya Islam memiliki dasar-dasar konseptual tentang ahklak yang komprehensif dan menjadi karakteristik yang khas. Di antara karakteristik tersebut adalah:
1.      Akhlak meliputi hal-hal yang bersifat umum dan terperinci.
Di dalam Al-Qur’an ada ajaran akhlak yang dijelaskan secara umum, tetapi ada juga yang diterangkan secara mendetail. Sebagai contoh, ayat yang menjelaskan masalah akhlak secara umum adalah Q.S. An-Nahl (16):90 yang menyuruh perintah untuk berakhlak secara umum: Untuk berbuat adil, berbuat kebaikan, melarang perbuatan keji, mungkar, dan permusuhan. Sedangkan contoh ayat yang menjelaskan masalah akhlak secara terperinci adalah Q.S. Al-Huujurat (49): 12 yang menunjukkan larangan untuk saling mencela, serta memanggil dengan gelar yang buruk.
2.      Akhlak bersifat menyeluruh
Dalam konsep Islam, akhlak meliputi seluruh kehidupan muslim, baik beribadah secara khusus kepada Allah maupun dalam hubungannya dengan sesama makhluk seperti akhlak dalam mengelola sumber daya alam, menata ekonomi, menata politik, kehidupan bernegara, kehidupan berkeluarga, dan bermasyarakat.
3.      Akhlak sebagai buah iman
Akhlak memiliki karakter dasar yang berkaitan erat dengan masalah keimanan. Jika iman dapat diibaratkan akar sebuah pohon, sedangkan ibadah merupakan batang, ranting dan daunnya, maka akhlak adalah buahnya. Iman yang kuat akan termanifestasikan oleh ibadah yang teratur dan membuahkan akhlakul karimah. Lemahnya iman dapat terdeteksi melalui indikator tidak tertibnya ibadah dan sulit membuahkan akhlakul karimah.
4.      Akhlak menjaga konsistensi dengan tujuan
Akhlak tidak membenarkan cara-cara mencapai tujuan yang bertentangan dengan syariat sekalipun dengan maksud untuk mencapai tujuan yang baik. Hal tersebut dipandang bertentangan dengan prinsip-prinsip ahklakul karimah yang senantiasa menjaga konsistensi cara mencapai tujuan
tertentu dengan tujuan itu tersendiri.

D.      Hubungan Tasawuf Dengan Etika (Akhlak)
Dari beberapa pendapat tentang devinisi tasawuf, akhirnya mengerucut pada 3 kategori pengertian tasawuf, yaitu :
1.      Kategori al-bidayah, yang menekankan kecenderungan jiwa dan kerinduannya secara fitrah kepada Yang Maha Mutlak, sehingga orang senantiasa berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2.      Kategori al-mujahadat, yaitu pengertian yang membatasi tasawuf pada pengamalan yang lebih menonjolkan akhlak dan amal dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT yang didasarkan atas kesungguhan.
3.      Kategori al-mazaqat, yaitu pengertian yang cenderung membatasi tasawuf pada pengalaman batin dan perasaan keberagamaan, terutama dalam mendekati Zat Yang Mutlak.[5]
Untuk menyatakan hakekat tasawuf itu sangat sulit, karena tasawuf menyangkut masalah rohani dan batin manusia yang tidak dapat dilihat. Oleh karena itu ia hanya dapat diketahui bukan hakekatnya, melainkan gejala-gejalanya yang tampak dalam ucapan, cara dan sikap hidup para shufi membuat definisi tasawuf tersebut. Sekalipun demikian para shufi membuat definisi tasawuf berbeda-beda sesuai dengan pengalaman empiriknya masing-masing dalam mengamalkan tasawuf.
Menurut Ma'ruf al-Karhi, tasawuf adalah berpegang pada apa yang hakiki dan menjauhi sifat tamak terhadap apa yang ada di tangan manusia.Ahmad al-Jariri ketika ditanya seseorang : Apa itu tasawuf ? Ia menjawab : Masuk ke dalam setiap akhlak yang tinggi (mulia) dan keluar dari setiap akhlak yang rendah (tercela).Sementara Abu Ya'qub al-Susi menjelaskan bahwa shufi ialah orang yang tidak merasa sukar dengan hal-hal yang terjadi pada dirinya dan tidak mengikuti keinginan hawa nafsu.
Definisi-definisi di atas menunjukan betapa besarnya peranan akhlak dalam tasawuf. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tasawuf  ini dimaksudkan sebagai usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan menekankan pentingnya akhlak atau sopan santun baik kepada Allah maupun kepada sesama makhluk.
Berdasarkan seluruh definisi tasawuf yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa tasawuf di samping sebagai sarana untuk memperbaiki akhlak manusia agar jiwanya menjadi suci, sekaligus sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah sedekat-dekatnya.Tasawwuf mengantarkan manusia untuk mendekatkan diri setingkat demi setingkat kepada Tuhannya, sehingga ia demikian dekat berada di hadirat-Nya.
Dengan demikian maka tujuan terakhir dari tasawwuf itu adalah berada dekat sedekat-dekatnya di hadirat Tuhan, dengan puncaknya menemui dan melihat Tuhannya.Jadi, pada dasarnya, mengamalkan tasawuf berarti upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Akan tetapi, upaya demikian tidak akan mencapai hasil kalau tidak diawali dengan penyucian jiwa, sebab Allah SWT sebagai Zat Yang Maha Suci tidak akan dapat didekati, melainkan oleh yang suci pula. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (QS. 91:9-10).[6]
Hubungan antara akhlak  dengan tasawuf sangatlah erat bisa dikatakan seperti dua sisi mata uang, karena untuk mencapai akhlak yang mulia diperlukan proses-proses yang biasanya dilakukan oleh kalangan mutashawwifin (pengamal tasawuf). Sementara bagian yang terpenting dalam tasawuf adalah pencapaian akhlak yang mulia disamping hal-hal yang terkait dengan kebutuhan.
Apa yang dilakukan kalanganmutashawwifin akhirnya akan membuahkan pada akhlak mulia. Namun demikian tidak semua kajian dan pengalaman tasawuf masuk ke bidang akhlak.Oleh karena itu akhlak tasawuf adalah proses-proses pencapaian aklakul karimah melalui metode tasawuf yang diilhami oleh kehidupan para salafus shalih.
Akhlak tasawuf ini menjadi penting untuk menghindari kajian akhlak yang hanya berada pada tataran pemikiran dan wacana yang tentu akan jauh untuk dapat memberikan bekas pada mahasiswa menjadi orang-orang yang memiliki akhlak mulia. Dilain pihak akhlak tasawuf juga berguna untuk membatasi kajian salah satu aspek dalam dunia tasawuf, yaitu tasawuf akhlaki, yang berarti mengesampingkan tasawuf falsafi.
Secara singkat akhlak tasawuf memfokuskan pada dataran Tazkiyah al-Nafs (penyucian jiwa) yang sering diistilahkan juga dengan tathahur, tahaquq dan takhaluq, membersihkan diri dari sifat madzmumah (tercela) dan menghiasi dengan akhlak mahmudah (terpuji). Hal yang perlu di perhatikan adalah faktor dari sekedar fikri(pemikiran) dan nadzari (teoritis).
Selama ini terlalu banyak orang berbicara akhlak akan tetapi tidak bisa memberi sibghah menjadikan mahasiswa berakhlakul karimah. Hal ini terjadi karena pembahasan akhlak biasanya hanya berbicara pada ranah kognitif tanpa disertai ranah afektif dan psikomotorik. Yang terjadi banyak mahasiswa mendapatkan nilai tinggi dalam mata kuliah akhlak akan tetapi rendah implementasi akhlaknya dikehidupan sehari-hari. Ini merupakan kritik bersama tentang bagaimana sistem pendidikan di negeri ini berjalan.Selama ini pendidikan hanya memprioritaskan pencapaian kognitif tanpa mengadakan evaluasi secara afektif dan psikomotorik.Pendidikan nilai-nilai akhlak seringkali disampingkan dan ditumpuki dengan pendidikan-pendikan exacta.Pandangan tentang liberalisasi memang agaknya telah merambah kedunia pendidikan, dimana tujuan materi lebih diutamakan daripada tujuan sebenarnya yang telah termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
E.       Penerapan Etika (Akhlak Tasawuf) Dalam Kehidupan Bermasyarakat
Berbicara penerapan berarti berbicara tentang peranan agama dalam dalam kehidupan modern, biasanya dihubungkan dengan konotasi modernitas yang mengalami atau malah menderita ekses.Ekses itu adalah akibat dominasi ilmu dan teknologi yang menurut Ashadi Siregar, hanya mampu melahirkan teknokrat-teknokrat tanpa perasaan.Itu merupakan pernyataan yang bersifat karikatural.[7]
Meskipun secara tekstual tidak ditemukan ketentuan agar umat Islam melaksanakan tasawuf akan tetapi kegiatan tasawuf telah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW sebelum diangkat menjadi rasul, ia telah berulang kali pergi ke Gua Hira dengan membawa sedikit perbekalan. Tujuannya disamping untuk mengasingkan diri dari masyarakat kota Mekkah yang sedang hanyut dalam kehidupan kebendaan dan penyembahan berhala, juga untuk merenung dalam rangka mencari hakekat kebenaran yang disertai dengan melakukan banyak berpuasa dan beribadah, sehingga jiwanya menjadi semakin suci.
Perilaku hidup Rasulullah dan sahabat-sahabatnya tidak didasarkan pada nilai-nilai material, nilai-nilai yang bersifat duniawi, misalnya mencari kekayaan pribadi, tetapi bertumpu pada nilai-nilai ibadah, mencari keridhaan Allah SWT.Akhlak mereka demikian tinggi, tunduk, patuh kepada Allah, tawadhu’ (merendah diri) dan sebagainya, bagaikan tanaman padi, kian berisi kian merunduk. Peri hidup Nabi dan para sahabatnya yang terpuji (akhlaqul karimah) tersebut antara lain:
1)      Hidup zuhud (tidak mementingkan keduniaan).
2)      Hidup qanaah (menerima apa adanya).
3)      Hidup taat (senantiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya).
4)      Hidup istiqamah (tetap beribadah).
5)      Hidup mahabbah (sangat cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, melebihi cinta kepada dirinya dan makhluk lainnya).
6)      Hidup ubudiah (mengabdikan diri kepada Allah).
Sikap hidup seperti tersebut di atas kemudian diikuti oleh kaum sufi, kemudian menjadi sikap hidup mereka.
Akan tetapi untuk mencapai taraf hidup seperti yang dimiliki oleh Rasulullah perlu upaya maksimal yang harus mengorbankan beberapa aspek.Misalnya untuk mencapai zuhud maka kita harus mengabaikan aspek ekonomi, strata social, dan sebagainya.Untuk itu sebenarnya kita tidak perlu jauh untuk meniru akhlak tasawuf yang dimiliki Rasulullah, sebab pada dasarnya kita memang sulit untuk sampai pada tingkatan tersebut.Dewasa ini banyak beberapa kaum dan golongan yang berusaha maksimal untuk meniru Rasulullah dari beberapa segi, seperti pakaian. Banyak golongan yang memakai jubah/gamis, berjenggot dan bersolek halnya Rasulullah, akan tetapi mereka melupakan satu hal bahwa Rasulullah memiliki wajah yang Bassamu, yaitu wajah yang selalu tersenyum dan berseri. Wajah tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah adalah benar-benar utusan yang dikaruniai dengan akhlak yang mulia. Jadi ketika ada golongan yang berjubah dan berjenggot tapi memiliki wajah sangar bukan Bassamu, maka sejatinya mereka bukan meniru Rasulullah akan tetapi bisa dikatakan meniru Abu Jahal dan Abu Lahab. Kesalah kaprahan ini memang sangat sulit dideteksi di tengah-tengah masyarakat. Akan tetapi kita memiliki banyak pilihan, berakhlak seperti Rasulullah dan berbaju masyarakat madani yang modern atau berbaju seperti Rasulullah akan tetapi berakhlak modern yang penuh dengan kebebasan.

 
BAB IV
KESIMPULAN
Etika adalah ilmu tentang tingkah laku manusia yang berkenaan dengan ketentuan tentang kewajiban yang menyangkut masalah kebenaran, kesalahan, atau keputusan, serta ketentuan tentang nilai yang menyangkut kebaikan maupun keburukan.
Untuk menilai etika seseorang dalam bermasyarakat itu baik atau buruk, tidak bisa hanya dipandang dari satu sisi. Banyak hal yang harus dipertimbangkan untuk menentukan etika seseorang itu dinilai baik atau buruk. Dalam satu keadaan tertentu kadang etika seseorang dianggap buruk, namun ketika dilihat dari sudut yang lain maka hal tersebut justru dinilai baik.
Etika yang diajarkan dalam islam berbeda dengan etika filsafat. Etika Islam memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.      Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.
2.      Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan seseorang didasarkan kepada al-Qur’an dan al-Hadits yang shohih.
3.      Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan pedoman oleh seluruh umat manusia kapanpun dan dimanapun mereka berada.
4.      Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia ke jenjang akhlak yang luhur dan mulia serta meluruskan perbuatan manusia sebagai upaya memanusiakan manusia.
Antara Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf memiliki hubungan yang berdekatan. Pengertian Ilmu Tasawuf adalah Ilmu yang mempelajari hal-hal yang terkait dengan kebaikan dan keburukan jiwa. Sedangkan tujuan Ilmu Tasawuf itu sendiri adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan yang terpuji.
Akhlak yang perlu diaktualisasikan dalam kehidupan adalah sebagai berikut :
                              I.        Akhlak kepada Allah SWT.
                             II.        Akhlak terhadap diri sendiri
                           III.        Akhlak terhadap orang lain
                            IV.        Akhlak terhadap lingkungan
   
DAFTAR PUSTAKA
Tim penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya. 2013. Akhlak Tasawuf. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press

H Ahmad Sukardja, Prof. Dr. 2003, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam “Dunia Islam”. Jakart: PT Ichtiar Baru Van Hoeve
H Ahmad Sukardja, Prof. Dr. 2003. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam “Pemikiran dan Peradaban”. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve
H Ahmad Sukardja, Prof. Dr. 2003. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam “Ajaran”. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve
Madjid,Nurcholish. 2008. Islam Kemodernan Dan KeIndonesiaan. Bandung: PT Mizan Pustaka
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,


[1] Tim penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013)
[2]Ibid., hlm 78
[3]Prof. Dr. H Ahmad Sukardja, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam “Dunia Islam”, (Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003). Hal 159
[4][4] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005)
[5]Prof. Dr. H Ahmad Sukardja, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam “Pemikiran dan Peradaban”, (Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003). Hal 140
[6]Prof. Dr. H Ahmad Sukardja, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam “Ajaran”, (Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003). Hal 325
[7] Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan Dan KeIndonesiaan, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2008). Hal 115

1 comment:

  1. saya IBU KARMILA posisi sekarang di malaysia
    bekerja sebagai ibu rumah tangga gaji tidak seberapa
    setiap gajian selalu mengirimkan orang tua
    sebenarnya pengen pulang tapi gak punya uang
    sempat saya putus asah dan secara kebetulan
    saya buka FB ada seseorng berkomentar
    tentang AKI NAWE katanya perna di bantu
    melalui jalan togel saya coba2 menghubungi
    karna di malaysia ada pemasangan
    jadi saya memberanikan diri karna sudah bingun
    saya minta angka sama AKI NAWE
    angka yang di berikan 6D TOTO tembus 100%
    terima kasih banyak AKI
    kemarin saya bingun syukur sekarang sudah senang
    rencana bulan depan mau pulang untuk buka usaha
    bagi penggemar togel ingin merasakan kemenangan
    terutama yang punya masalah hutang lama belum lunas
    jangan putus asah HUBUNGI AKI NAWE 085-218-379-259 tak ada salahnya anda coba
    karna prediksi AKI tidak perna meleset
    saya jamin AKI NAWE tidak akan mengecewakan

    ReplyDelete